Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 4, No. 02, Februari 2023
E-ISSN:2723 6595
http://jiss.publikasiindonesia.id/ P-ISSN:2723 6692
Doi: 10.36418/jiss.v4i02.780 138
Pemaknaan Konten Youtube Fadil Jaidi Tentang Adab Kepada Orang Tua (Studi
Resepsi pada Subscriber Millennial)
Fadil Jaidi's Meaning of Youtube Content About Adab to Parents (Reception Study on
Millennial Subscribers)
Dini Wahdiyati, Kiki Ovita Violina
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka Jakarta, Indonesia
Email: diniwahdiyati@uhamka.ac.id
Artikel info
Artikel history
Diterima
: 25-01-2023
Direvisi
: 10-02-2023
Disetujui
: 20-02-2023
Kata Kunci: Pemaknaan;
Penerimaan; Analisis Resepsi;
Teori Resepsi Stuart Hall;
Penonton Millenial; Youtube
Keywords: Meaning;
Reception; Reception Analysis;
Stuart Hall Reception Theory;
Millennial Audience; Youtube
Abstrak
Youtube memang menjadi subtitusi sarana menonton konten yang dapat
melampaui televisi. Keunggulan Youtube sebagai media menonton adalah
menyajikan tayangan tematik yang bisa bertalian sangat erat dengan
penontonnya sesuai minat masing-masing. Dengan demikian media era ini
sangat intim dengan para penggunanya begitu pula dengan pengaruhnya yang
akan lebih berganda. Penelitian ini mengkaji pemaknaan penonton Millennial
subscriber kanal Youtube Fadil Jaidi yang menyajikan konten berupa aktivitas
dan interaksinya yang jenaka dengan melibatkan Ayahnya sebagai daya tarik
konten. Subscriber Millennial sebagai objek amatan dipilih karena merupakan
penonton yang native terhadap media Youtube. Fokus penelitian ini melihat
pemaknaan khalayak penonton konten episode “Ceritanya Jadi Anak Gaul”
diarahkan pada bagaimana pemaknaan isi konten tentang adab terhadap
orangtua dalam konten tersebut yang dikaji melalui teori resepsi Stuart Hall
dan metode analisis resepsi. Penelitian ini menemukan penonton Millennial
Dominant hegemonic menerima konten ini sebagai alternatif hiburan,
Penonton Negotiated position melihat lebih selektif pada kedua sisi yakni
positif dan negatif dari konten tersebut sedangkan penonton Opposition
memaknai dengan menolak perilaku dalam konten karena dianggap kurang
beradab pada orangtua. Adapun faktor penerimaan Dominant hegemonic,
Negotiated position dan Opposition dipengaruhi oleh faktor identitas budaya,
lingkungan dan pengalaman serta latarbelakang pengasuhan masing-masing
reseptor.
Abstract
Youtube is indeed a substitution for a means of watching the content that can
surpass television. The advantage of Youtube as a viewing medium is that it
presents thematic shows that can be very closely related to the audience
according to their respective interests. Thus the media of this era is very
intimate with its users as well as its influence which will be more multiplying.
This research examines the meaning of millennial viewers subscriber to Fadil
Jaidi's Youtube channel who presents content in the form of witty activities
and interactions by involving his father as a content attraction. Millennial
subscribers as objects of warning were chosen because they are native
viewers of Youtube media. The focus of this study looked at the audience
meaning of the content of the episode "The Story Becomes a Slang Child"
directed at how the meaning of the content about adab towards parents in the
content was studied through Stuart Hall's reception theory and reception
analysis methods. This research found that Millennial Dominant hegemonic
audiences accept this content as an alternative to entertainment, Negotiated
position viewers see more selectively on both sides, namely the positive and
negative of the content while Oposition viewers interpret by rejecting
behavior in the content because it is considered less civilized to parents. The
dominant hegemonic acceptance factor, Negotiated position and Oposition
Pemaknaan Konten Youtube Fadil Jaidi Tentang Adab Kepada Orang Tua (Studi Resepsi pada Subscriber
Millennial)
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 02 Februari 2023
139
are influenced by cultural identity factors, environment, experiences and
parenting backgrounds of each receptor.
Koresponden author:
Dini Wahdiyati
Email:
diniwahdiyati@uhamka.ac.id
artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
CC BY SA
2022
Pendahuluan
Era komunikasi saat ini mengubungkan antar pengguna media dengan jangkauan super
luas dan cepat sehingga informasi yang diterima sangat cepat dan beragam. Sejalan dengan
yang diungkapkan Danis Mc Quails, Mass communication, in the sense of a large-scale, one
way flow of public content, continues unabated, but it is no longer carried only by tradisional
mass media (Deuze & McQuail, 2020). Ramalan tentang teknologi komunikasi yang dituliskan
Straubhaar dkk pun telah terbukti kini. Mereka pernah menyebut the future of the Internet
shaped not only by changes in network transmission technology that move those packets at
ever-higher speeds, but also by the software that’s are used in internet transactions. Everything
from music (MP3s) to telephone calls, VoIP tovideo is being transmitted over the internet, and
more is come (Straubhaar et al., 2015). Menurut (Permana & Mahameruaji, 2019), Youtube
merupakan salah satu artifak teknologi yang terbentuk dari proses teknologi transmisi jaringan
tersebut.
Kini berbagai konten dapat ditonton di Youtube. Penontonnya bisa menonton apapun
yang sesuai dengan kriteria yang diminati. Youtube sebagai media baru mempu menjadi
subtitusi media yang menyajikan tontonan menggantikan televisi karena keunggulannya yakni
menghadirkan Audience Engagement yakni keterpautan di antara media dan khlayaknya
sehingga pesan medianya lebih efektif dan menginternalisasi. Seperti diuraikan Philip M.
Napoli dalam (Mayasari, 2018), Audience Engagement mengacu pada; a scale indicating the
degree to which a consumer is likely to or has internalize a communications; Emotional
connection; the net effect of attentiveness to a program and an ad that brings about a
measurable impact; Getting the right message in front of the right audience at the right time;
Collective, qualitative experience with content.
Youtube, merupakan salah satu media sosial yang sangat menarik perhatian karena
Youtube dapat dinikamati semua kalangan masyarakat khususnya para millenial (Christian,
2019). Diungkapkan Nasrullah Youtube termasuk salah satu platform media sharing yang
memfasilitasi penggunanya untuk berbagi media mulai dari dokumen (file), video, audio,
gambar dan sebagainya (Rulli, 2017). Menurut (Tasruddin & Astrid, 2021), khalayak media
kini lebih memilih menonton melalui layanan streaming seperti Youtube dibandingkan melalui
media konvensional seperti televisi. Youtube merupakan situs yang digunakan untuk berbagi
video, mengunggah video, menyimpan Youtube sendiri didirikan pada juni 2005, oleh Steve
Chen, Chad Hurley dan Jawed Karim (Stellarosa et al., 2018). Di antara para Youtuber asal
Indonesia yang kondang dan memiliki penghasilan tinggi yang dihasilkan dari kontennya yaitu
Raffi Ahmad, Ria Ricis, Atta Halilintar, Adre Taulani dan masih banyak lagi . Konten youtube
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 02 Februari 2023
140
yang paling banyak digemari masyarakat Indonesia sendiri merupakan konten hiburan
(Cecariyani & Sukendro, 2018) seperti konten makan-makan yang dikenal dengan Mukbang
misalnya seperti milik Farida Nurhan, konten ulasan riasan milik Tasya Farasya yang lebih
dikenal sebagai Beauty vloger atau pula Samsolese yang menyajikan konten permainan dan
tantangan. Namun ukuran kepatutan, layak dan tidak layak ditonton, menimbulkan pengaruh
baik atau tidak baik menjadi bagian yang harus dikelola oleh penontonnya secara bijak dan
mandiri.
Dari banyak konten yang menyajikan hiburan, konten youtube Fadil Jaidi saat ini juga
banyak dicari masyarakat Indonesia, karena Fadil menyajikan konten berbeda yang melibatkan
kehidupan kesehariannya di rumah dan keakraban bersama keluarga terutama bersama
Ayahnya. Kanal youtube Fadil Jaidi kini telah mencapai 4,73jt subscriber dan telah
mengunggah sebanyak 148 video (per Januari 2023). Banyak yang menyukai konten yang
dibuat oleh Fadil Jaidi karena kejenakaan dalam tiap interaksi dengan Ayahnya dalam konten-
konten yang diunggahnya mampu membuat penontonnya terhibur.
Namun di sisi lain, ada juga penonton yang beropini tentang perilaku jail Fadil Jaidi dalam
konten-kontennya sebagai perilaku kurang ajar terhadap Ayahnya. Seperti dalam konten yang
bertajuk; OMETV with Papa dan Faiz, terdapat scene Ayah Fadil berinteraksi melalui OMETV
dan menyapa beberapa orang yang ditemuinya secara virtual. Di sana beberapa orang
mengenalinya sebagai Pak Muh dan mengatakan “Bapak Fadil Jaidi ya?”, “Fans Bapak ini”,
“Bapak artis Tik Tok kan?“yang anak Bapak kurang ajar itu Pak? Yang sering ganggu Bapak,
yang cowok?” Konten Fadil Jaidi memang kerap melibatkan keluarganya khususnya Ayahnya
yang menjadi objek kejailan Fadil oleh karena itu perilaku Fadil Jaidi dalam kontennya menjadi
perhatian sekaligus memunculkan pro dan kontra di kalangan penontonnya.
Peneliti melihat pro dan kontra yang muncul menarik untuk dikaji lebih dalam melalui
analisis resepsi agar dapat memahami bagaimana pemaknaan penonton millennial pada konten
Youtube Fadil Jaidi tentang adab terhadap orangtua. Penelitian ini menjadi penting karena dari
pemaknaan tersebut kita dapat melihat perspektif nilai dan norma yang dianut oleh generasi
millennial dan memastikannya dapat menjadi acuan nilai-nilai kebaikan di masa depan yang
tetap dilestarikan khususnya adab terhadap orangtua selain bagaimana proses pemaknaan yang
terjadi pada fase encoding dan decoding terimplementasikan.
Sebagai pembanding penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Mega Pertiwi, dkk
(2020) dimuat dalam jurnal Audiens, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan judul
Analisis Resepsi Interpretasi Penonton terhadap Konflik Keluarga dalam Film “Dua Garis
Biru” menemukan penerimaan dari tiga adegan konflik yakni pada adegan konflik pertama dan
kedua penerimaan khalayak didominasi oleh yang berarti pesan diterima sesuai dengan apa
yang ingin disampaikan oleh sumber sedangkan pada konflik yang ketiga penonton
menerimanya dengan oppositional position yang berati penonton menyangkal pesan dominan
dan memiliki acuan alternatif. Riset sejalan selanjutnya dilakukan peneliti lainnya yakni Adlina
Ghassani dan Catur Nugroho dengan judul Pemaknaan Rasisme Dalam Film (Analisis Resepsi
Film Get Out) menemukan hasil pemaknaan yang berbeda dari tiap reseptor yang meresepsi
film Get Out tersebut. Dari tujuh unit analisis adegan yang dimaknai para reseptor posisi
penonton dalam penerimaan mereka terhadap rasisme di film Get Out didominasi oleh posisi
oposisi dan beberapa dalam posisi hegemonik dominan. Selain itu setiap adegannya
mengandung materi rasisme yang berbeda-beda (Ghassani & Nugroho, 2019). Penelitian
Pemaknaan Konten Youtube Fadil Jaidi Tentang Adab Kepada Orang Tua (Studi Resepsi pada Subscriber
Millennial)
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 02 Februari 2023
141
resepsi lainnya juga dilakukan Sofiana Santoso, dimuat dalam Junal Komuniti, Universitas
Muhammadiyah Surakarta tahun 2020 lalu. Penelitian tersebut menemukan bermacam
interpretasi khalayak dalam memaknai berita kasus Meiliana tentang konflik multikultural di
media online sekaligus menemukan faktor-faktor kontekstual yang memengaruhi penerimaan
khalayak terhadap teks (Santoso, 2021).
Dari ketiga penelitian terdahulu persamaan riset ini dengan yang lainnya adalah sama-
sama mengkaji resepsi khalayak sebagai fokus analisis. Selain itu dua eari tiga riset serupa juga
mengkaji materi sebuah tayangan. Namun perbedaan dan nilai tambah penelitian ini dari
beberapa penelitian sebelumnya adalah pada jumlah resptor diwawancara jauh lebih banyak
dari riset-riset sebelumnya sehingga akan memberikan perspektif lebih kaya dan beragam.
Selain itu jumlah reseptor yang lebih banyak akan menunjukan diferensiasi proporsi dari
pembagian ketiga kategori resepsi yang dominant hegemonic position, negotiation position, dan
opposition position yang khas para penelitian resepsi.
Youtube sebagai Media Baru
Youtube merupakan media baru yang memberikan kebebasan penggunanya untuk
memproduksi, menyebarkan dan mengkonsumsi segala bentuk informasi. Youtube bisa
dibilang media baru karena bentuk dari teknologi komunikasi bermedia, dimana keberadaannya
muncul bersama dengan teknologi digital. Nasrullah (dalam Panuju, 2018) mendefinisikan
interaksi maupun interaktif ialah konsep yang kerap digunakan untuk membedakan antara
media baru yang digital serta media tradisional yang memakai analog. Kedatangan teknologi
data serta komunikasi paling tidak bisa memudahkan untuk siapapun yang memakai teknologi
untuk berhubungan tanpa terdapatnya batas.
Istilah media baru digunakan di mana-mana dalam berbagai cara. Ketiga aspek media
baru ini muncul berulang kali dalam literatur bersama dengan teknologi dan praktik lain yang
lebih spesifik seperti kolaborasi, digitalisasi, telekomunikasi. Penggunaan kata "baru"
menyiratkan faktor waktu, jadi mungkin masuk akal untuk mendefinisikan istilah dalam
konteks temporal. Akan selalu ada sesuatu yang "baru" yang mungkin akan menjadi hal yang
baik untuk menghentikan kata baru, dalam konteks ini pilihan yang lebih baik adalah media
jaringan. Teori media baru ialah suatu teori dibesarkan oleh Pierre Levy, yang mengemukakan
media baru merupakan teori yang mangulas mengenai pertumbuhan media. Teori media baru
menjelaskan interaksi sosial yang membedakan media bagi kedekatannya dengan interaksi
tatap muka. Pierre Levy memandang world wide web (www) selaku suatu data terbuka,
flaksibel, serta dinamis.
Media baru yang membolehkan orang untuk membuat, memodifikasi, serta berbagi
dengan orang lain, dengan memakai perlengkapan yang simpel semacam pc serta mobile
dengan akses internet. Terdapat 2 aspek mendasar pertumbuhan media baru awal; Digitalisasi,
ialah pesan yang di informasikan dalam wujud bacaan yang diganti jadi serangkaian kode- kode
digital serta bisa dibuat, dikirim pada penerima ataupun ditaruh. Kedua; Konvergensi, ialah
penyatuan seluruh wujud serta peranan media yang sepanjang ini berdiri sendiri baik dalam
proses organisasinya, distribusi, penerimaan, regulasi, ataupun guna selaku sumber data serta
hiburan (Kiráľová & Pavlíčeka, 2015).
Media baru pula diisyarati dengan terdapatnya konvergensi media. Yang secara struktural
ada 3 integrasi ialah, telekomunikasi, informasi komunikasi serta komunikasi massa dala satu
medium (Karim, 2016). Media baru mengganti peranan media komunikasi interpersonal, baik
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 02 Februari 2023
142
komunkasi kelompok ataupun komunikasi massa. Perihal ini melampaui guna serta wujud
media massa yang terdapat sepanjang ini, ialah media cetak serta elektronik (tv serta radio).
Pada media ada bermacam- macam fitur yang ialah konsekuensi serta karakteristik konvergensi,
antara lain, 1) Media Online, merupakan segala bentuk media yang hanya dapat diakses melalui
internet. 2) Website, merupakan halaman yang merupakan satu alamat dominan yang berisi
informasi, data, visual, audio, aplikasi, dan halaman web lainnya. 3) Media Sosial, bagian dari
Media Online yang berfungsi sebagai forum online, sarana interaksi sosial, pergaulan,
pertemanan dari orang-orang seluruh dunia baik melalui facebook, twitter, instagram, yotube,
linkedln dan media sosial lainnya.
Media baru membuat khalayak lebih mudah menyampaikan dan menerima pesan
karena prosesnya yang serempak dan dapat dijangkau dengan luas berlipatkali lebih luas
jangkauan dan kecepatannya dari media konvensional sebelumnya.
Teori Resepsi Stuart Hall
Dari segi terminologi, resepsi diartikan sebagai ilmu keindahan yang didasarkan pada
tanggapan pembaca terhadap karya tersebut. Dapat disimpulkan bahwa resepsi merupakan
suatu disiplin ilmu yang mempelajari teks atau kata-kata yang berpusat pada pembaca untuk
melihat tulisan, dan membuat Tanggapan (Pradopo, 2021). Dalam Teori Arti (Resepsi) Stuart
Hall (dalam Ghassani & Nugroho, 2019), analisis resepsi berfokus pada kajian makna,
produksi, dan pengalaman penonton ketika berinteraksi dengan teks media. Peran positif
khalayak dalam memaknai teks media dapat dilihat dari premis model encoding-decoding
Stuart Hall yang menjadi dasar analisis penerimaan. Menurut Hall, peristiwa yang sama dapat
dikirim atau diterjemahkan dalam berbagai cara, dan informasinya selalu berisi lebih dari satu
pembaca.
Tujuan pesan dan arahan pembaca benar adanya, tetapi itu tidak akan menutup hanya satu
pembaca saja. Mereka masih polisemi (secara prinsip masih memungkinkan munculnya variasi
interprestasi). Memahami pesan juga merupakan praktek yang problematik, sebagaimana itu
tampak transparan dan alami. Dalam penyampaian pesan secara satu arah kemungkinan
diterima atau dipahami dengan cara yang berbeda.
Konsep Hall sendiri memaknai bahwa setiap tahap akan mempengaruhi tahap selanjutnya
dan akhirnya pesan yang diciptakan akan terbawa sampai akhir produksi. Namun setiap tahapan
bersifat independen karena dapat dianalisis secara terpisah. Storey (dalam Fathurizki & Malau,
2018) menyederhanakan konsep Hall menjadi tiga bagian, ketiga tahapan tersebut mengacu
pada diagram persebaran makna milik Stuart Hall, sebagai berikut :
Gambar 1. Model Encoding-Decoding Stuart Hall
Sumber: Meenakshi Gigi, hlm 18
Pemaknaan Konten Youtube Fadil Jaidi Tentang Adab Kepada Orang Tua (Studi Resepsi pada Subscriber
Millennial)
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 02 Februari 2023
143
Proses encoding-decoding memperlihatkan bahwa teks merupakan suatu wacana yang
memiliki banyak makna. Teks-teks itu memainkan gambar-gambar 'komunitas pertambangan
tradisional' yang sudah dikenal dan usang. Namun ada juga suara naratif yang ngotot yang
mencoba untuk mencegah citra yang nyaman dari penutupan sejarah dengan memberikan
masyarakat sebuah infleksi utopis. Teori ini difokuskan pada aktivisme komunitas: Rhondda
sebagai komunitas yang mengungkapkan 'nilai-nilai terbaiknya tentang bertetangga, ketahanan,
keinginan untuk bertahan hidup, bersama-sama.
Dengan menggunakan teori encoding/decoding Stuart Hall, ada tiga karakteristiknya
yaitu Dominant-Hegemonic Position, Negotiated Position, dan Oppositional Position.
Dominant-Hegemonic Position; Penggunaan dominan/hegemonik kemungkinan besar
akan menggunakan objek karena keterjangkauannya yang terlihat; di sini, keterjangkauan yang
dibayangkan media dan pengguna selaras. Penggunaan oposisi mungkin mengambil
keuntungan dari individu tersembunyi atau bahkan mencoba untuk mengubah individu palsu
menjadi individu yang sebenarnya; dengan kata lain, pengguna mungkin membayangkan
keterjangkauan yang sangat berbeda dari para desainer. Kita bahkan mungkin membayangkan
kepasifan dalam menggunakan media interaktif sebagai penggunaan teks yang berpotensi
bertentangan. Dan seperti pembacaan yang dinegosiasikan, penggunaan yang dinegosiasikan
mungkin berada di antara kemampuan yang terlihat dan tersembunyi. Penggunaan yang
dinegosiasikan mengeksploitasi kemungkinan keterjangkauan teknologi, apakah sengaja
disertakan oleh media atau tidak. Dan di sepanjang semua ini, penting untuk mengingat
perbedaan daya di antara mereka yang merancang teknologi ini dan yang menggunakannya.
Indikator Penerima Dominan yakni; Penonton menerima pesan dan memiliki pemahaman yang
sama.
Negotiated Position; seperti penonton yang dinegosiasikan, penggunaan yang
dinegosiasikan mungkin berada di antara kemampuan yang terlihat dan tersembunyi.
Penggunaan yang dinegosiasikan mengeksploitasi kemungkinan keterjangkauan teknologi,
apakah sengaja disertakan atau tidak. Dan di sepanjang semua ini, penting untuk mengingat
perbedaan daya di antara mereka yang merancang teknologi ini dan yang menggunakannya.
Indikator penerima negosiasi yakni; penonton melakukan kombinasi, Penonton melakukan
seleksi, penonton tidak langsung menerima.
Oppositional Position; Ketiga adalah pembacaan oposisi di mana penonton
menerjemahkan pesan dengan cara yang berlawanan seperti yang dimaksudkan oleh produser.
Yang penting, Hall mengemukakan melalui model ini bahwa ketidaksetaraan sosial, sebagian
besar dalam hal posisi kelas, membentuk posisi penonton ini karena mereka yang relatif tidak
berdaya, mereka yang mengontrol media adalah mereka yang cenderung mendorong kembali
makna dominan. dari teks. Indikator Penerima Oposisi yakni; Penonton tidak menerima pesan,
mengganti dan mengubah cara pikir, penonton menolak makna pesan.
Seperti yang kita ketahui, media bukanlah faktor utama yang menetukan teks itu diproses
dan dimaknai oleh penonton. Namun ada faktor lain yang menjadi pemicu, seperti pengalaman
dan faktor internal dari penonton itu sendiri yang menentukan bagaimana makna pesan yang
diterima dari media tersebut. Dengan begitu penonton akan memiliki pemaknaan yang berbeda
satu dengan yang lain terhadap pesan dari media.
Resepsi model encoding-decoding oleh Stuar Hall, mencoba menjelaskan bahwa dalam
analisis penerimaan penonton yang ada dalam penelitian ini yaitu subscriber milenial Youtube
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 02 Februari 2023
144
Fadil Jaidi. Agar dapat dengan leluasa untuk membaca, melihat, dan mendengar apa yang
mereka lihat di media sosial tersebut. Kebebasan tersebut dapat juga terhadap proses seleksi
pada jenis pesan atau informasi yang diterima.
Budaya dan Adab Terhadap Orangtua
Kata budaya tidak asing bagi kita namun tidak dapat dipungkliri budaya kerap kali
diidentikan terkait etnisitas, ras ataupun bangsa. Seperti yang diungkapkan dalam Selain itu
budaya juga dilekatkan dengan seni. Seni music, tari dan seni-seni lainnya. Tentu tak salah
karena budaya adalah seni dan semua hasil prestasi intelektual manusia yang dilakukan secara
kolektif. Dikutip dari Koentjaraningrat, 1988; budaya adalah wujud yang meliputi gagasan,
kelakuan dan hasil kelakuan. Disimpulkan pula oleh Dayakisni dan Yuniardi bahwa budaya
lenih dari sekadar suatu produk yang massif melainkan hidup dinamis dan menjadi bagian
internal tak terpisahkan dari manusia (Tri & Salis, 2022).
Sedangkan Adab adalah diterangkan oleh peneliti Rahendra Maya dalam Jurnal Edukasi
Islami bahwa dalam perspektif Islam Akhlaq atau Adab merupakan nilai (sifat) kemanusiaan
berupa sikap dan perilaku yang kemudian menjadi watak, kepribadian, budi pekerti, etika,
moral atau karakter (Maya, 2017). Dari uraian konsep budaya dan adab dapat kita lihat
pertaliannya bahwa adab merupakan hal yang nilai kemanusiaan yang penuh kebaikan yang
didapat dari pembiasaan yang dilakukan dan pengalaman yang dialami dalam melakukan
kelakuan yang disebut Koentjaraningrat tadi. Maka dapat disimpulkan tanpa pembiasaan adab
tidak dapat dibentuk. Begitulah kemudian mengapa adab terhadap orangtua selalu dicontohkan
dan diajarkan sedari kecil.
Seperti pula budaya akan berbeda di tempat yang berbeda maka kerangka acuan adab
terhadap orangtua juga akan berbeda di lain tempat. Misalnya di Indonesia menyapa orangtua
dengan Ibu atau Bapak meski bukan orangtua dalam arti biologis. Hal ini terjadi karena adab
terhadap orangtua menjadi penting. Sedangkan di budaya orang Barat menyapa orangtua yang
tidak memiliki hubungan biologis, hanya disebut namanya saja maka sudah dianggap sopan
namun tidak demikian di Indonesia. Jika menyapa atau menyebut orangtua meski bukan orantua
dalam makna biologis memanggil namanya saja saat bertemu termasuk tindakan yang tidak
sopan atau tidak beradab terhadap orangtua.
Pemahaman inilah yang kemudian akan menjadi acuan bagaimana kemudian para
reseptor dalam penelitian ini akan memiliki pemaknaan berbeda-beda bergantung pada
bagaimana budaya memengaruhi pengalaman dan lingkungan mereka.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendeketan kualitatif, jenis penelitian deskriptif dan
menerapkan metode analisis resepsi Stuart Hall. Penelitian resepsi memfokuskan studi pada
penerimaan penonton khususnya melihat bagaimana kesesuaian makna pesan di antara
penggagas dan penerima pesan yang diuraikan dalam rentang pemrosesan pesan dalam fase
encoding dan decoding. Pemaknaan yang muncul dari khalayak selaku penonton didapatkan
dari ranah pengalaman dan nilai yang melekat. Itu sebabnya penelitian ini juga dapat melihat
faktor-faktor yang melatarbelakangi resepsi khalayak sekaligus. Adapun reseptor penelitian ini
merupakan kalangan millennial yang menjadi penonton subscriber kanal Youtube Fadil Jaidi
yang berhasil diwawancarai sebanyak 10 penonton. Millennial dipilih sebagai objek analisis
Pemaknaan Konten Youtube Fadil Jaidi Tentang Adab Kepada Orang Tua (Studi Resepsi pada Subscriber
Millennial)
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 02 Februari 2023
145
karena kalangan millennial merupakan kalangan yang akrab dengan media Youtube dan
termasuk native user.
Hasil dan Pembahasan
Hasil analisis resepsi penonton subscriber millennial pada konten youtube Fadil Jaidi
episode “Ceritanya Jadi Anak Gaul” tentang adab terhadap orangtua diuraikan dalam table
analisis berikut ini;
Tabel 1. Analisis Resepsi Penonton Konten Youtube Fadil Jaidi Episode “Ceritanya Jadi
Anak Gaul”
No
Reseptor
Dominan
Hegemonic
Negosiasi
Oposisi
Pemaknaan
1.
NJM
Sebagian konten menghibur sebagian lagi tidak
merasa terhibur
2.
MK
Menganggap konten menarik
3.
AFH
Selektif dengan melihat dampak positif atau
negatif dari konten
4.
KR
Merasa tidak selalu menghibur, ada yang
menghibur ada juga yang dianggap melewati
batas kepatutan
5.
NSZ
Perilaku dalam konten adalah candaan saja
bukan hal serius atau sungguhan.
6.
LC
Sebagai konten hiburan perilaku dalam konten
dianggap bukan masalah.
7.
WAY
Menolak perilaku dalam konten
8.
ADO
Tidak membenarkan perilaku dalam konten
9.
IS
Menggap konten tidak bermanfaat
10.
AFR
Tidak masalah untuk sekadar hiburan dan
bukan sungguhan
Penerimaan Dominant Hegemonic Position
Penonton kategori penerimaan dominan ditemukan pada tiga reseptor yaitu 2, 5, 6, dan
10. Menurut reseptor 2, dan 5 konten Fadil Jaidi dimaknai; pertama sebagai konten yang
menarik mengenai konten karena jarang sekali youtuber yang bukan dari kalangan selebritis
melibatkan keluarga sebagai objek konten khususnya menampilkan Ayah yang kerap disegani
dan selalu memperlihatkan keharmonisan bersama keluarga. Karena kedekatan juga
latarbelakang kultural keluarga ini satu sama lainnya kerap menggunakan kata sapaan seperti
gue-elu sebagai candaan, hal ini tidak mempermasalahkan asal dalam konteks yang tidak
berlebihan.
“Konten Fadil menjadi salah satu alternatif ketika saya sedang stres atau galau, kalau saya
nonton kontennya Fadil itu bakal ngehibur saya banget. Tapi kembali lagi pada penerimaan
masing-masing ya, Cuma kalau saya sendiri melihat itu ya bener-bener cuma untuk menghibur
penontonnya aja, gak ada maksud lain. Bahkan beberapa kali saya share videonya kalau itu
bener-bener lucu.”
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 02 Februari 2023
146
Dari pernyataan informan 2 yang menganggap konten Fadil Jaidi murni untuk menghibur
subscriber-nya tidak ada maksud tertentu apalagi mengajarkan hal-hal negatif kepada
penontonnya karena penonton dominan hegemonic memaknai keluarga Fadil sebagai keluarga
baik, ideal, harmonis dan memahami adab dengan latarbelakang tuntunan agama. Informan 2
menambahkan keterangan bahwa di lingkungan sekitarnya juga banyak contoh anak dan orang
tua berbicara seperti itu dan dianggap hal biasa bagi dirinya karena masih dipahami dalam
konteks candaan. Selain itu diakui reseptor 2 juga sering melakukan hal serupa bersama
orangtuanya. Hal serupa juga diungkapkan oleh reseptor 6 dan 10 yang menganggap konten
tersebut dibuat untuk sekadar menghibur terlebih dimasa pandemi saat ini, pasti kebutuhan
hiburan khalayak dan konten-konten Fadil Jaidi menjadi hal yang esensial untuk mereduksi
kebosanan.
Kedua pemaknaan konten Fadil Jaidi sebagai sebuah settingan atau kesengajaan untuk
kebutuhan konten. Reseptor 5 menganggap karakteristik konten masa kini harus melakukan
rekayasa untuk diterima namun demikian reseptor 5 tidak mempermasalahkan karena dianggap
biasa dilakukan oleh para konten kreator dan apa yang dilakukan tidak melampaui batas
kepatutan. Reseptor 5 salah satunya mengungkapkan keterangan berikut;
“Sebenarnya niat Fadil buat konten kaya gitu ya tujuannya untuk menghibur masyarakat
ya, gak lebih dari itu dan saya juga nganggap itu settingan atau buat konten aja, mungkin setelah
itu Fadil minta maaf. Kalau emang itu beneran dan Fadil minta maaf setelahnya pasti papahnya
marah beneran lah. Kalau yang saya liat kadang-kadang papahnya malah suka nahan ketawa
kalau digodain atau diledikin Fadil makanya saya anggap itu cuma settingan”.
Penerimaan Negosiation Position
Penerimaan Negosiation Position ditemukan pada reseptor 1, 3, dan 4. Kategori ini
menerima konten Fadil Jaidi tetapi tidak menerima sepenuhnya melainkan tiap reseptor
kategori ini memiliki pemaknaan masing-masing di antaranya; Pemaknaan pertama melihat
dampak positif dan negatif, reseptor 3, dan 4 memaknai konten Fadil Jaidi sebagai hiburan pada
satu sisi hiburan. Latarbelakang Fadil Jaidi yang humoris bukan hanya dalam konten youtube
tapi dalam kesehariannya yang selalu diunggahnya di platform media sosial lainnya seperti
Instagram. Seperti yang diungkapkan reseptor 3;
Hampir semua konten yang dibuat oleh Fadil Jaidi cukup menghibur karena pada
dasarnya Fadil memang orang humoris dan dekat sekali dengan keluarganya, jadi
menurut saya itu cara Fadil memperlihatkan pada penonton kedekatan ia bersama
keluarga. Tetapi terkadang menurut saya ada kata dan tingkah laku kurang sopan yang
Fadil lontarkan, tapi itu gak cuma di episode “ceritanya jadi anak gaulada di beberapa
episode juga.”
Hal senada juga diungkapkan oleh reseptor 3 dan 4 yang memberikan keterangan yang
sama yakni;
”konten Fasil Jaidi memang menghibur karena karakter Fadil yang kocak dan cara dia
bercandanya pun sama seperti saya ketika saya bercanda dengan orang tua saya. Cuma
ya itu yang disayangkan kadang menurut saya Fadil kelewatan batas bercandanya, malah
kadang bikin papah nya marah beneran. Kalau saya masih ada batasan bercanda tidak
seperti Fadil yang kadang kelewat batas”
Diungkapkan keduanya pula candaan Fadil yang menghibur berdampak positif karena
mampu mereduksi kebosanan namun sisi lainnya dari konten tersebut dapat berdampak negatif
Pemaknaan Konten Youtube Fadil Jaidi Tentang Adab Kepada Orang Tua (Studi Resepsi pada Subscriber
Millennial)
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 02 Februari 2023
147
yakni penonton bisa saja menirukan adab yang kurang baik kepada orangtua dari konten
tersebut.
Kategori Negosiation Position mengungkap pemaknaan yang kedua yaitu pandangan
setuju dan tidak setuju. Menurut reseptor 1 konten yang dibuat Fadil Jaidi semuanya menghibur
selama konten itu masih dalam batasan wajar, namun terkadang Fadil dianggap melampaui
batas ketika bercanda. Ditegaskan oleh reseptor 1 melalui keterangan;
“Keluarga saya pribadi sering bercanda tetapi tidak pernah sampai bicara gue-elu atau
bertingkah tidak sopan, karena dalam keluarga saya selalu diajarkan untuk lebih sopan
kepada yang lebih tua. Saya hampir suka semua konten yang dibuat Fadil Jaidi, karena
beneran menghibur dan itu gak dibuat-buat. Karena aslinya Fadil ya humoris dan suka
melawak gak cuma sama keluarganya sama temen-temennya juga dia jail banget. Cuma
ya itu bercandanya suka kelewatan malah waktu itu aku liat Fadil pernah bikin adenya
nangis dan beneran dimarahin sama papahnya, terus dia juga pernah berantem sama
temennya karena candaan Fadil yang kelewatan.”
Menurut reseptor 1, menyatakan setuju karena Fadil dianggap sudah baik dalam membuat
konten yang menghibur penontonnya dengan memperlihatkan kedekatannya dengan
keluarganya, namun yang tidak disetujui adalah perilaku Fadil sering melewati batas dalam hal
bercanda sehingga membuat beberapa orang termasuk keluarganya kesal dengan tingkah
lakunya.
Penerimaan Opposition Position
Peneliti menemukan bahwa reseptor 7, 8, dan 9 masuk kedalam kategori penerimaan
oposisi, artinya penerimaan mereka sepenuhnya tidak sejalan dengan pemaknaan pesan
pembuat konten. Menurut reseptor 7 dan 8 konten yang dibuat Fadil akan berdampak negatif
bagi penontonnya karena konten yang disebar bisa dilihat semua kalangan. Mereka
mengungkapkan hal ini dilatarbelakangi karena identitas kultural mereka sebagai orang Jawa
mengaku sudah diajarkan sopan santun oleh orang tuanya sedari kecil, dan mereka beranggapan
berbicara gue-elu dan bertingkah seperti itu sangat kasar dan tidak patut dicontoh, seperti juga
yang dikatakan reseptor 7 sebagai berikut;
konten yang dibuat Fadil itu ditonton oleh banyak orang, pasti namanya orang ketika
menonton itu bisa dia terima dan ada yang gak terima, kalo misalkan dia terima itu secara
mentah-mentah bisa aja banyak yang ikut-ikutan nantinya menjailin orang tuanya, ini kan
sangat tidak sopan kalau dilakuin sama orang tua. Kalau saya kaya gitu pasti udah
dimarahin abis-abisan sama orang tua saya, itu yang buat saya kontra banget dengan
kontennya dia. Apalagi bukan hanya 1000 orang yang akses youtube tapi seluruh dunia
itu bisa melihat konten youtube yang dibuat”.
Seiring dengan reseptor 7, reseptor 8 juga mengungkapkan;
konten yang Fadil buat itukan disebar melalui media sosial youtube yang dimana semua
kalangan bisa mengaksesnya bahkan jika ditonton anak kecil yang belum bisa
membedakan mana yang boleh ditiru dan tidak boleh ditiru. Itukan akan berdampak
sangat buruk apalagi kalau dia sampai mempraktekannya kepada orang yang lebih dewasa
atau malah sama orang tuanya sendiri.
Sedangkan pemaknaan yang diungkapkan reseptor 9 menilai seharusnya setiap konten
yang dibuat harus bernilai edukasi atau harus mendidik yakni diungkap dalam pernyataan;
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 02 Februari 2023
148
konten yang dibuat Fadil Jaidi bener-bener gak mendidik, mungkin sebagian orang
menggap itu lucu atau hanya sekedar hiburan. Tapi menurut saya konten yang mendidik
itu harus lebih diutamakan, soalnya ada sepupu saya masih kecil ngomongnya sudah
seperti orang dewasa gue-elu sama orang yang lebih tua. Mungkin itu dampak dari tonton
yang dia tonton. Zaman sekarang kan kalo orang buat konten itu tidak hanya yang baik
atau bermanfaat aja tetapi sekarang tuh berubah, konten yang ga jelas atau ga baik itu
menjadi trending untuk di lihat banyak orang, nah dari konten si Fadil Jaidi ini kadang ga
jelas banget, apa yang dia buat, kadang pembahasannya juga ga jelas, mungkin dalam
konten ga jelasnya ini dapat menghibur para penontonnya, tapi kalo menurut saya dari
segi edukasi kepada penonton juga pasti ada buruknya juga, di suatu sisi, Fadil ini juga
kadang usil dengan ayahnya, mungkin sebagian orang ini menilai kocak, lucu banget, tapi
dari sisi edukasi ini merupakan hal yang tidak baik sih.”
Reseptor 9, memiliki pandangan berbeda tentang konten yang dibuat Fadil Jaidi.
Walaupun konten Fadil dapat menghibur penontonnya, ia beranggapan bahwa konten yang
kurang mendidik seharusnya tidak ditampilkan di sosial media karena akan berdapak buruk
kepada penontonnya.
Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pemaknaan Millennial Pada Konten Youtube Fadil
Jaidi Tentang Adab terhadap Orang Tua
Dari telaah hasil wawancara dengan sepuluh orang reseptor terkait pemaknaan tentang
konten Fadil Jaidi peneliti melihat faktor-faktor pemaknaan dipengaruhi oleh hal berikut;
1. Identitas Budaya, dari kesepuluh reseptor ditemukan tiga reseptor memaknai berdasarkan
identitas budayanya, dua reseptor yang masuk kategori dominant hegemonic position
memaknai perilaku Fadil sebagai perilaku yang biasa karena hanya candaan bukan karena
tidak beradap terhadap orangtua. Hal tersebut dimaknai dari pengaruh budaya Betawi
yang egaliter dan menyenangi humor. Sedangkan dari perspektif pemaknaan yang
dilatarbelakangi budaya Jawa menganggap perilaku Fadil melampaui batas dari sisi
perilaku dan penggunaan bahasa. Seperti yang kita ketahui Budaya Jawa memberikan
kerangka acuan interaksi dalam bentindak dan berbahasa. Ini dibuktikan dengan
penggunaan bahasa yang berbeda dalam interaksi dengan orang yang berbeda usia.
2. Lingkungan dan pengalaman, faktor ini didapatkan dari keterangan beberapa reseptor
yang mengungkapkan melakukan hal yang sama dengan orangtua mereka di rumah atau
pula melihat orang lain berinteraksi dengan cara yang sama dengan apa yang dilakukan
Fadil dan Ayahnya dalam konten-kontennya.
3. Latarbelakang Pengasuhan ditemukan dari beberapa reseptor yang mengungkapkan
penolakan dan pemaknaan tidak positif terhadap konten Fasil Jaidi karena dianggap tidak
mendidik. Hal yang diungkapkan beberapa informan opposition position adalah mereka
mengaku telah diajarkan adab terhadap orangtua sedari kecil sehingga dapat menilai
bahwa apa yang dilakukan Fadil Jaidi dalam kontennya dianggap tidak patut dan
berbahaya jika ditiru utamanya pada anak kecil.
Hasil dari penelitian yang dilakukan, peneliti menemukan khalayak konten Fadil Jaidi
memiliki penerimaan dan pemaknaan yang beragam dari konten yang unggah Fadil Jaidi
khususnya episode “Ceritanya Jadi Anak Gaul” sesuai pengalaman dan pengetahuan reseptor
yang ditunjukan dari hasil wawancara. Hasil pemaknaan juga dikaji menggunakan teori resepsi
untuk menghasilkan data valid. Stuart Hall mengenalkan model encoding-decoding sebagai
Pemaknaan Konten Youtube Fadil Jaidi Tentang Adab Kepada Orang Tua (Studi Resepsi pada Subscriber
Millennial)
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 02 Februari 2023
149
fase dari rangkain proses komunikasi yang menjelaskan proses penyampaian pesan dan
penerimaan pesan. Penyampaian pesan dari perspektif komunikator (pembuat konten yakni
Fadil Jaidi) serta penerimaan pesan dari perspektif khalayak (penonton konten yakni para
reseptor penelitian ini). Komunikasi yang dipahami sebagai proses penyampaian pesan,
mentransmisi pesan dari pengirim ke penerima. Pengirim (memiliki gagasan, apa yang akan
disampaikan), penerima (memiliki interpretasi dan pemaknaan atas pesan yang diterima) inilah
yang disebut Stuart Hall dalam proses encoding (penyandian pesan) dan decoding (penerimaan
pesan) dikirim dan diterima oleh banyak penonton yang akan menghasilkan penerimaan yang
berbeda dari setiap penonton karena mereka pasti memiliki pengetahuan dan latarbelakang yang
berbeda dalam menerima pesan. Fadil Jaidi sebagai komunikator menciptakan pesan atau
¬meng-encode sebuah pesan dengan pemahaman makna yang ia pahami kemudian penerima
pesan berupaya memahami kode-kode yang disandi Fadil sebagai konten kreator dalam
pesannya tersebut. Semakin identik makna yang dikodekan oleh Fadil sebagai konten kreator
kepada penerima pesan yakni para reseptor maka penerima pesan dikategorikan sebagai
penerima yang dominant hegemonic. Semakin jauh dari pemahaman makna dari pesan yang
dikodekan pengirim kepada penerima maka penerima pesan berada pada penerima yang
opposition position sedangkan semakin netral menerima dan memaknai pesan yang dikodekan
pengirim pesan maka penerima pesan berada pada posisi yang negosiation. Kesenjangan
pemaknaan pada proses encoding dan decoding inilah yang berusaha diuraikan oleh analisis
resepsi yang kemudian menghasilkan tiga kategori posisi penerima pesan dari pemaknaan yang
dilakukan. Selain itu proses pemaknaan tadi tentu tidak menjamin pemaknaan yang sama antara
satu reseptor dengan reseptor lainnya mengingat pemaknaan suatu pesan yang dikodekan
dimaknai berdasarkan pemahaman, pengalaman dan latarbelakang yang melekat pada masing-
masing reseptor. Inilah yang menyebabkan pemaknaan para reseptor akan menghadirkan
perspektif yang membuat kita dapat memahami bagaimana kelompok tertentu memiliki
kecenderungan dalam pemaknaan pesan.
Temuan penelitian ini merincikan 4 penerimaan dominan yaitu reseptor 2, 5, 6, dan 10
dimana penonton menerima sepenuhnya konten yang dibuat Fadil Jaidi. Alasan reseptor 2, dan
6 menerima sepenuhnya konten yang dibuat Fadil karena lingkungan tempat dibesarkan
menjalani kehidupan dengan santai dan tidak terlalu serius yang penting memahami batasan,
itulah mengapa mereka tidak mempermasalahkan konten yang dibuat Fadil Jaidi sementara
yang lain menyebut Fadil kurang ajar terhadap orangtua. Sedangkan reseptor 6, dan 10
menerima sepenuhnya konten yang dibuat Fadil karena latarbelakang budaya mereka yang
berasal dari keluarga etnis Betawi dimana orang-orang etnis Betawi memiliki karakter egaliter
yang menjunjung tinggi kesetaraan. Mereka juga memaknai perbincangan Fadil Jaidi dan
Ayahnya yang kerap kali menggunakan sebutan “gue-elu” merupakan sebutan yang biasa jika
dimaknai sebagai bahasa daerah etnis Betawi, bukan sebagai bahasa pergaulan remaja ibukota
karena pasti akan kata “gue_elu” berbeda maknanya dan itu bermakna kurang sopan.
Diungkapkan juga bahwa konten Fadil termasuk kategori yang normal karena masih banyak
youtuber lain yang menggunakan kata-kata yang lebih buruk dari konten Fadil Jaidi.
Pemaknaan positif dari konten Fadil juga disebut karena memperlihatkan kedekatannya dengan
keluarga terlebih terhadap Ayahnya. Khalayak juga turut menikmati figur Pak Muh sebagai
sosok yang mungkin dirindukan karena mungkin pengalaman khalayak tidak seberuntung
Fadil. Selain itu keharmonisan keluarga Fadil juga menjadi sorotan yang mungkin juga
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 02 Februari 2023
150
dirindukan karena ketidakberadaannya dalam kehidupan mereka yang menonton. Keluarga
yang ideal, hubungan yang harmonis, menjadi daya tarik karena dianggap berbeda dari konten
kebanyakan menjadi alasan mengapa konten ini dapat diterima oleh khalayak yang menjadi
reseptor dalam penelitian ini.
Pada penerimaan negosiasi yakni reseptor 1, 3, dan 4 dimana penonton tidak sepenuhnya
menerima konten yang dibuat Fadil Jaidi karena beberpa alasan. Penonton dapat menafsirkan
pesan terhadap apa yang mereka tonton sesuai dengan pengalaman dan latarbelakang masing-
masing dari mereka. Menurut reseptor 1 konten yang dibuat Fadil sangat menghibur namun ia
tidak bisa menerima sepenuhnya konten yang dibuat Fadil karena sering kali Fadil berkata kasar
dan bersikap kurang baik, hal ini dianggap berbanding terbalik dimana dalam keluarga yang
baik ia pasti selalu diajarkan untuk bersikap dan berbicara yang baik kepada orang tua, apalagi
reseptor juga turut menyoroti profil Fadil yang juga lulusan pesantren yang dianggap mampu
bersikap dan berbicara dengan cara yang baik. Reseptor 3, dan 4 beranggapan konten yang
dibuat Fadilceritanya jadi anak gaul” memiliki pandangan yang berbeda menurut mereka kita
ini tinggal di negara Indonesia yang menjunjung tinggi nilai kesopanan sehingga seharusnya
konten yang dibuat haruslah berbudaya luhur. Dapat dikatakan reseptor 3, dan 4 memaknai
konten dengan cukup selektif karena juga melihat konten dari perspektif yang detil dengan
melibatkan kerangka keIndonesiaan sebagai bangsa Timur yang menjunjung nilai dan budaya.
Selanjutnya penerimaan oposisi yaitu pada reseptor 7,8, dan 9 memaknai tidak positif
dan menolak perilaku Fadil terhadap orangtuanya dalam konten. Perspektif yang dibunakan
kelompok kategori opposition ini dengan melihat ketidaksesuian profil Fadil dan keluarganya
dengan perilaku yang dilakukan Fadil terhadap orangtuanya dalam konten tersebut. Reseptor7
dan 8 memaknai tidak postif konten Fadil karena terbiasa dengan latarbelaka budaya Jawa yang
tabu terhadap perilaku nyeleneh Fadil yang kerap kali dilakukan terhadap Ayahnya dalam
konten. Budaya Jawa dikenal dimana orang jawa sangat menjunjung tinggi nilai kesopanannya
dan sejak kecil sudah diajarkan tata krama dan menghargai orang yang lebih tua. Disebutkan
bahwa lingkungan mereka mengajarkan dengan bersikap sopan dan saling menghargai akan
mudah diterima di lingkungan sosial manapun. Itu alasan kenapa mereka tidak menerima
sepenuhnya konten Fadil Jaidi “ceritanya jadi anak gaulkarena mennyayangkan kemajuan
teknologi dan zaman tidak diimbangi dengan karakter yang semakin luhur terhadap orangtua.
Atas latarbelakang ini konten Fadil juga dimaknai berbahaya karena ada resiko ditiru khalayak
yang lemah selain itu juga dianggap tidak mendidik karena kontennya dianggap dtidak
bermanfaat bagi khalayak.
Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan penelitian yang telah dijelaskan, ditemukan 4
penerimaan dominan, 3 penerimaan negosiasi, dan 3 penerimaan oposisi. Hal ini dikarenakan
masing-masing reseptor mempunyai pemaknaan berbeda-beda mengenai konten Fadil Jaidi.
Sedangkan reseptor 2, 5, 6, dan 10 termasuk dalam kategori dominant hegemonic position,
dimana mereka melihat konten Fadil tujuannya hanya menghibur, menganggap hal itu biasa
dan hanya candaan semata, tidak ada maksud lain untuk memberi dampak buruk kepada
penontonnya apalagi dimasa pandemi saat ini tontonan yang menghibur mereduksi kebosanan.
Sedangkan reseptor 1, 3, dan 4, menyukai konten Fadil sebagai hiburan namun tidak juga
Pemaknaan Konten Youtube Fadil Jaidi Tentang Adab Kepada Orang Tua (Studi Resepsi pada Subscriber
Millennial)
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 02 Februari 2023
151
menerima sepenuhnya konten tersebut karena menilai sebagian konten Fadil terlalu berlebihan
dalam bercanda atau usil kepada orangtua. Hal ini dapat membawa pengaruh positif dan negatif
kepada penontonnya. Sedangkan reseptor 7, 8, dan 9 sebagai penerima oposisi menilai konten
yang dibuat Fadil seharusnya mengedukasi penontonnya. Sedangkan faktor-faktor yang
melatarbelakangi pemaknaan konten Fadil Jaidi tentang Adab terhadap orangtua adalah
identitas budaya, lingkungan dan pengalaman serta pengaruh latarbelakang pengasuhan.
Bibliografi
Cecariyani, S. A., & Sukendro, G. G. (2018). Analisis Strategi Kreatif dan Tujuan Konten
Youtube (Studi Kasus Konten prank Yudist Ardhana). Prologia, 2(2), 495502.
Christian, M. (2019). Telaah keniscayaan iklan di kanal youtube sebagai perilaku khalayak di
kalangan milenial. Bricolage: Jurnal Magister Ilmu Komunikasi, 5(02), 141158.
Deuze, M., & McQuail, D. (2020). McQuail’s media and mass communication theory.
McQuail’s Media and Mass Communication Theory, 1688.
Fathurizki, A., & Malau, R. M. U. (2018). Pornografi dalam film: Analisis resepsi film “Men,
women & children.” ProTVF, 2(1), 1935.
Ghassani, A., & Nugroho, C. (2019). Pemaknaan Rasisme Dalam Film (Analisis Resepsi Film
Get Out). Jurnal Manajemen Maranatha, 18(2), 127134.
https://doi.org/10.28932/jmm.v18i2.1619
Karim, A. (2016). Dakwah melalui media: Sebuah tantangan dan peluang. Jurnal Komunikasi
Penyiar Islam,(Online), 4(1), 157172.
Kiráľová, A., & Pavlíčeka, A. (2015). Development of social media strategies in tourism
destination. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 175, 358366.
Maya, R. (2017). Karakter (Adab) Guru dan Murid Perspektif Ibn Jama’ah Al-Syafi’i. Edukasi
Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 6(02), 33. https://doi.org/10.30868/ei.v6i12.177
Mayasari, N. (2018). Hubungan Antara Body Image Dengan Perilaku Diet Pada Mahasiwi.
Psikologi.
Panuju, R. (2018). Pengantar Studi (Ilmu) Komunikasi: Komunikasi sebagai Kegiatan
Komunikasi sebagai Ilmu. Kencana.
Permana, R. S. M., & Mahameruaji, J. N. (2019). Strategi pemanfaatan media baru NET. TV.
Jurnal Studi Komunikasi Dan Media, 23(1), 2136.
Pertiwi, M., Ri’aeni, I., & Yusron, A. (2020). Analisis Resepsi Interpretasi Penonton terhadap
Konflik Keluarga dalam Film" Dua Garis Biru". Jurnal Audiens, 1(1), 18.
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 02 Februari 2023
152
https://doi.org/10.18196/ja.1101
Pradopo, R. D. (2021). Teori kritik dan penerapannya dalam sastra Indonesia modern. UGM
PRESS.
Rulli, N. (2017). Media sosial perspektif komunikasi, budaya, dan sosioteknologi. Bandung:
Simbiosa Rekatama.
Santoso, S. (2021). Analisis Resepsi Audiens Terhadap Berita Kasus Meiliana di Media
Online. Komuniti: Jurnal Komunikasi Dan Teknologi Informasi, 12(2), 140154.
https://doi.org/10.23917/komuniti.v12i2.13285
Stellarosa, Y., Firyal, S. J., & Ikhsano, A. (2018). Pemanfaatan youtube sebagai sarana
transformasi majalah highend. LUGAS Jurnal Komunikasi, 2(2), 5968.
Straubhaar, J., LaRose, R., & Davenport, L. (2015). Media now: Understanding media, culture,
and technology. Cengage Learning.
Tasruddin, R., & Astrid, F. (2021). Efektivitas Industri Media Penyiaran Modern “Podcast” di
Era New Media. Al-Munzir, 14(2), 211230.
Tri, D., & Salis, Y. (2022). Psikologi lintas budaya. UMM Press.