Pelindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Reini Wirahadikusumah Sebagai Orang yang Menjadi
Objek dalam Karya Cipta Potret yang Diunggah Tanpa Izin Sebagai Aset Digital Non-Fungible Token
(NFT)
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 1, Januari 2023 39
oleh kemajuan teknologi. Kegiatan perekonomian pada masa sekarang ini juga sudah didukung oleh
penggunaan teknologi seperti penggunaan platform digital dalam perdagangan (e- commerce) hingga
kegiatan investasi, seperti cryptocurrency. Cryptocurrency merupakan aset berbentuk digital yang
didesain sebagai perantara pertukaran menggunakan sistem blockchain untuk mengamankan
transaksinya. Selain dalam pengembangan cryptocurrency, sistem blockchain juga berperan sebagai
sistem pengaman dalam transkasi Non-Fungible Token (NFT).
NFT merupakan bentuk aset digital yang menggambarkan objek karya digital, seperti foto,
gambar, dan lukisan (Mayana et al., 2022), (Utami & Sektiyaningsih, 2022) . Dalam hal ini, NFT
berperan untuk memverifikasi keaslian karya seni digital tersebut sehingga dapat diperdagangkan
melalui sistem blockchain. Dilihat dari hal tersebut, NFT dapat dikatakan meliputi karya ciptaan
dalam media elektronik. Sistem elektronik seperti blockchain telah menjadi suatu sistem yang
menampung transaksi elektronik, termasuk didalamnya terdapat juga karya ciptaan yang merupakan
salah satu objek NFT. Di Indonesia sendiri, sudah terdapat beberapa fenomena penyebaran informasi
melalui aset NFT. Seperti yang dijelaskan, bahwa NFT menggambarkan objek karya digital, seperti
foto, gambar, dan lukisan, termasuk juga potret wajah orang yang dapat berupa karya ciptaan yang
dilindungi oleh hukum Hak Kekayaan Intelektual.
NFT pertama kali diperkenalkan pada tahun 2014 pada sebuah platform bernama Counterparty,
dengan NFT pertamanya yang dibuat berjudul “Quantum” (Coggan, 2021). Hingga saat ini, banyak
individu atau korporasi yang terjun pada bisnis digital NFT. Secara sederhana, NFT merupakan
sekumpulan data yang tersimpan pada buku besar digital yang dikenal dengan istilah blockchain.
Sama seperti pada mata uang digital seperti bitcoin (Fadhillah et al., 2022), (Wildan et al., 2022), NFT
juga dijalankan pada platform blockchain. Kumpulan kode pada NFT ditanamkan dalam arsip digital
sehingga membuat kumpulan kode pada NFT menjadi unik dengan yang lainnya.
Karya digital yang diarsipkan secara digital melalui kode NFT dalam lingkup HKI dianggap
sebagai milik pribadi yang tidak berwujud. Harta tidak berwujud merupakan barang yang tidak dapat
disentuh atau dipegang, tetapi memiliki nilai tertentu yang ditetapkan padanya (Safitri, 2022), (Sri
Wahyuni et al., 2020), (Santoso, 2018). Kepemilikan terhadap suatu NFT tidak membuat pemilik
tersebut memliki hak tidak terbatas atas properti tersebut, melainkan dapat dialihkan kepemilikannya
berdasarkan hukum hak cipta. Pengalihan tersebut dilakukan dengan menggunakan smart contract,
yaitu suatu protokol transaksi terkomputerisasi yang secara otomatis mengeksekusi persyaratan
kontrak ketika kondisi yang telah ditentukan di antara para pihak terpenuhi.
Pada awalnya, NFT sendiri ditujukan untuk mengapresiasi karya seni dalam bentuk digital dan
mencegah terjadinya pelanggaran HKI dikarenakan platform yang dibangun dengan sistem keamanan
yang tinggi. Akan tetapi, pada masa kini terdapat banyak isu ataupun fenomena terkait penyebaran
konten pada platform NFT yang dapat diketagorikan sebagai bentuk informasi yang melanggar
ketentuan perundang-undangan, seperti konten yang bermuatan pelanggaran hak cipta. Hal tersebut
dapat dilihat pada kasus potret Reini Wirahadikusumah yang merupakan Rektor Institut Teknologi
Bandung (ITB) untuk periode 2020-2025, yang diperjualbelikan pada platform NFT, yaitu OpenSea
pada November 2021 lalu oleh akun bernama ITB1920. Dalam platform tersebut, terdapat dua foto
aset digital Rektor ITB tersebut yang dijual. Foto pertama terlihat Rektor menggunakan kaos
berwarna kuning dengan menggunakan jas almamater ITB, yang kemudian dinamakan “Ibu Rektor
Tercinta #1.” Lalu, foto kedua merupakan foto medium close-up Rektor dengan menggunakan jas
almamater ITB berwarna biru. Foto kedua tersebut diberi nama “Ibu Rektor Tercinta #2”. Diketahui
bahwa kedua foto tersebut dijual oleh akun bernama ITB1920 sekitar bulan Mei 2021. Akun ITB1920
ini menjual kedua foto rektor ITB tersebut dengan menggunakan tagar #ReiniOut.
Dalam kasus tersebut dapat dilihat bahwa tindakan pemasangan dua foto aset digital oleh akun
bernama ITB1920 tersebut merupakan tindakan tanpa sepengatahuan dan persetujuan orang yang