Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 4, No. 1, Januari 2023
E-ISSN:2723 6595
http://jiss.publikasiindonesia.id/ P-ISSN:2723 6692
Doi: 10.36418/jiss.v4i1.768 38
Pelindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Reini Wirahadikusumah Sebagai Orang
yang Menjadi Objek dalam Karya Cipta Potret yang Diunggah Tanpa Izin Sebagai
Aset Digital Non-Fungible Token (NFT)
Gibson Batara Siahaan, Laina Rafianti, Mustofa Haffas
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Indonesia
e-mail: gibson18001@mail.unpad.ac.id
Artikel info
Artikel history
Diterima
: 28-12-2022
Direvisi
: 20-01-2023
Disetujui
: 24-01-2023
Kata Kunci: Hak Cipta;
Non-Fungible Token; Karya
Cipta Potret
Keywords: Copyright, Non-
Fungile Token, Potrait
Work
Abstrak
Perkembangan teknologi saat ini mendukung manusia untuk dapat
melakukan kegiatannya perekonomian dengan tidak mengenal batas
wilayah. Salah satu dampaknya adalah munculnya platform NFT (Non-
Fungible Token) dalam perdagangan karya ciptaan yang diubah menjadi aset
digital. Kehadiran teknologi NFT mendukung keamanan dalam kegiatan
investasi karya cipta yang diubah menjadi aset digital pada platform digital.
Namun, platform tersebut juga digunakan oleh pihak yang tidak
bertanggungjawab sebagai media pelanggaran hak cipta, seperti pada kasus
penjualan secara tanpa izin karya potret Reini Wirahadikusumah selaku
Rektor ITB pada platform OpenSea. Penelitian ini bertujuan untuk
memahami pelindungan hukum terkait hak Reini Wirahadikusumah selaku
orang yang dipotret dalam karya potret tersebut serta tindakan hukum yang
tepat dilakukan oleh pihak Reini Wirahadikusumah atas tindakan penjualan
secara karya potret secara tidak sah tersebut.
Abstract
Currenct technological developments support humans to be able to carry out
economic activities without regional boundaries problems. One of the
impacts is the Non-Fungible Token (NFT) technology that supports security
in investement activites of copyrighted works that are converted into digital
assets on digital platforms. However, the platform is also used by the
irresponsible parties as a medium for copyright infringement, such as in the
case of unauthorized sale of Reini Wirahadikusumah’s potrait as Chancellor
of ITB on the OpenSea platform. This study aims to understand the legal
protection related to the rights of Reini Wirahadikusumah as the person in
the potret work and the appropriate legal action taken by Reini
Wirahadikusumah for the illegal sale of the potrait work.
Koresponden author: Gibson Batara Siahaan
Email: gibson18001@mail.unpad.ac.id
artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
CC BY SA
2022
Pendahuluan
Perkembangan zaman saat ini ditandai dengan perkembangan teknologi yang semakin maju.
Dunia teknologi yang terus berkembang ini telah membuat suatu perubahan bagi setiap manusia untuk
dapat melakukan kegiatannya dengan tidak mengenal batas wilayah (borderless) (Nasution et al.,
2021), (Purwaningtyas, 2022). Berbagai macam teknologi telah berkembang dalam aspek-aspek
kehidupan masyarakat, salah satunya adalah industri teknologi, informasi, dan komunikasi (Danuri,
2019), (Sawitri et al., 2019). Aktivitas perekonomian pun menjadi salah satu aspek yang dipengaruhi
Pelindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Reini Wirahadikusumah Sebagai Orang yang Menjadi
Objek dalam Karya Cipta Potret yang Diunggah Tanpa Izin Sebagai Aset Digital Non-Fungible Token
(NFT)
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 1, Januari 2023 39
oleh kemajuan teknologi. Kegiatan perekonomian pada masa sekarang ini juga sudah didukung oleh
penggunaan teknologi seperti penggunaan platform digital dalam perdagangan (e- commerce) hingga
kegiatan investasi, seperti cryptocurrency. Cryptocurrency merupakan aset berbentuk digital yang
didesain sebagai perantara pertukaran menggunakan sistem blockchain untuk mengamankan
transaksinya. Selain dalam pengembangan cryptocurrency, sistem blockchain juga berperan sebagai
sistem pengaman dalam transkasi Non-Fungible Token (NFT).
NFT merupakan bentuk aset digital yang menggambarkan objek karya digital, seperti foto,
gambar, dan lukisan (Mayana et al., 2022), (Utami & Sektiyaningsih, 2022) . Dalam hal ini, NFT
berperan untuk memverifikasi keaslian karya seni digital tersebut sehingga dapat diperdagangkan
melalui sistem blockchain. Dilihat dari hal tersebut, NFT dapat dikatakan meliputi karya ciptaan
dalam media elektronik. Sistem elektronik seperti blockchain telah menjadi suatu sistem yang
menampung transaksi elektronik, termasuk didalamnya terdapat juga karya ciptaan yang merupakan
salah satu objek NFT. Di Indonesia sendiri, sudah terdapat beberapa fenomena penyebaran informasi
melalui aset NFT. Seperti yang dijelaskan, bahwa NFT menggambarkan objek karya digital, seperti
foto, gambar, dan lukisan, termasuk juga potret wajah orang yang dapat berupa karya ciptaan yang
dilindungi oleh hukum Hak Kekayaan Intelektual.
NFT pertama kali diperkenalkan pada tahun 2014 pada sebuah platform bernama Counterparty,
dengan NFT pertamanya yang dibuat berjudul “Quantum (Coggan, 2021). Hingga saat ini, banyak
individu atau korporasi yang terjun pada bisnis digital NFT. Secara sederhana, NFT merupakan
sekumpulan data yang tersimpan pada buku besar digital yang dikenal dengan istilah blockchain.
Sama seperti pada mata uang digital seperti bitcoin (Fadhillah et al., 2022), (Wildan et al., 2022), NFT
juga dijalankan pada platform blockchain. Kumpulan kode pada NFT ditanamkan dalam arsip digital
sehingga membuat kumpulan kode pada NFT menjadi unik dengan yang lainnya.
Karya digital yang diarsipkan secara digital melalui kode NFT dalam lingkup HKI dianggap
sebagai milik pribadi yang tidak berwujud. Harta tidak berwujud merupakan barang yang tidak dapat
disentuh atau dipegang, tetapi memiliki nilai tertentu yang ditetapkan padanya (Safitri, 2022), (Sri
Wahyuni et al., 2020), (Santoso, 2018). Kepemilikan terhadap suatu NFT tidak membuat pemilik
tersebut memliki hak tidak terbatas atas properti tersebut, melainkan dapat dialihkan kepemilikannya
berdasarkan hukum hak cipta. Pengalihan tersebut dilakukan dengan menggunakan smart contract,
yaitu suatu protokol transaksi terkomputerisasi yang secara otomatis mengeksekusi persyaratan
kontrak ketika kondisi yang telah ditentukan di antara para pihak terpenuhi.
Pada awalnya, NFT sendiri ditujukan untuk mengapresiasi karya seni dalam bentuk digital dan
mencegah terjadinya pelanggaran HKI dikarenakan platform yang dibangun dengan sistem keamanan
yang tinggi. Akan tetapi, pada masa kini terdapat banyak isu ataupun fenomena terkait penyebaran
konten pada platform NFT yang dapat diketagorikan sebagai bentuk informasi yang melanggar
ketentuan perundang-undangan, seperti konten yang bermuatan pelanggaran hak cipta. Hal tersebut
dapat dilihat pada kasus potret Reini Wirahadikusumah yang merupakan Rektor Institut Teknologi
Bandung (ITB) untuk periode 2020-2025, yang diperjualbelikan pada platform NFT, yaitu OpenSea
pada November 2021 lalu oleh akun bernama ITB1920. Dalam platform tersebut, terdapat dua foto
aset digital Rektor ITB tersebut yang dijual. Foto pertama terlihat Rektor menggunakan kaos
berwarna kuning dengan menggunakan jas almamater ITB, yang kemudian dinamakan Ibu Rektor
Tercinta #1. Lalu, foto kedua merupakan foto medium close-up Rektor dengan menggunakan jas
almamater ITB berwarna biru. Foto kedua tersebut diberi nama Ibu Rektor Tercinta #2”. Diketahui
bahwa kedua foto tersebut dijual oleh akun bernama ITB1920 sekitar bulan Mei 2021. Akun ITB1920
ini menjual kedua foto rektor ITB tersebut dengan menggunakan tagar #ReiniOut.
Dalam kasus tersebut dapat dilihat bahwa tindakan pemasangan dua foto aset digital oleh akun
bernama ITB1920 tersebut merupakan tindakan tanpa sepengatahuan dan persetujuan orang yang
Pelindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Reini Wirahadikusumah Sebagai Orang yang Menjadi
Objek dalam Karya Cipta Potret yang Diunggah Tanpa Izin Sebagai Aset Digital Non-Fungible Token
(NFT)
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 1, Januari 2023 40
potret dirinya dijadikan sebagai aset digital. Pada dasarnya, foto wajah Rektor ITB tersebut dapat
dikategorikan sebagai karya potret berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Di Indonesia sendiri belum terdapat pengaturan khusus
terkait dengan penjualan aset digital NFT. Oleh karena itu, upaya penegakan hukum terkait dengan
penjualan aset digital NFT bermuatan pelanggaran hak cipta atau yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan belum dapat dilakukan secara maksimal, meskipun dalam Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah diatur
terkait penyebaran informasi elektronik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaturan terkait pelindungan hak cipta pada
media digital dan juga terkait dengan aturan penyebaran informasi elektronik yang melanggar
ketentuan perundang-undangan, seperti kekayaan intelektual pada sistem elektronik.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah kegiatan ilmiah berupa penulisan hukum yang didasarkan pada
sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala
hukum tertentu dengan cara menganalisisnya (Purwati, 2020), (Syafri, 2022). Penelitian ini
menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu suatu peneitian yang dilakukan dengan cara
meneliti dan mengkaji bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang
berkaitan dengan pelindungan hak cipta.
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang
bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis fakta-fakta yang ada secara sistematis, faktual, dan
akurat dengan kaidahkaidah hukum positif yang menyangkut permasalahan yang diteliti. Penelitian ini
akan memberikan penjelasan terkait dengan pelindungan hukum hak cipta terhadap orang yang
dipotret dalam karya cipta potret.
Metode analisis data yang diterapkan pada penelitian ini adalah metode analisis yuridis
kualitatif. Data yang telah dikumpulkan akan disusun secara kualitatif untuk memperjelas masalah
yang dibahas dengan tidak menggunakan rumus. Data yang berkaitan dengan pelindungan hak cipta
dalam karya cipta potret disusun dan dianalisis secara sistematis sehingga dapat ditarik kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan
1. Pelindungan Hukum Terhadap Reini Wirahadikusumah, Rektor ITB, Sebagai Orang yang
Menjadi Objek dalam Karya Potret yang Diunggah Sebagai Aset Digital NFT
Pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta menjelaskan bahwa Hak Cipta merupakan Hak Eksklusif
sebagai hak yang hanya diberikan kepada Pencipta atau Pemilik atau Pemegang Hak Cipta. Oleh
karena itu, Hak Cipta merupakan objek yang mendapat pelindungan hukum. Pelindungan hukum hak
cipta di Indonesia diatur dalam UU Hak Cipta. Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) UU Hak Cipta, ciptaan
yang mendapat pelindungan hukum terdiri atas ciptaan berupa buku, lagu, karya seni, potret, karya
sinematografi, dan lainnya yang termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Seiring
dengan perkembangan teknologi, ciptaan yang dilindungi oleh hukum tidak terbatas pada sesuatu
yang konvensional, melainkan terdapat juga ciptaan yang didigitalisasi. Ciptaan yang didigitalisasi
dalam hal ini berupa ciptaan yang dibuat dengan menggunakan aspek toknologi, sehingga objek
ciptaan yang dilindungi hukum Hak Cipta mengikuti perkembangan teknologi, seperti misalnya karya
cipta lukisan yang dapat diakses menggunakan media internet dengan format jpg.
Adanya pengaruh perkembangan teknologi yang mengarah pada digitalisasi ciptaan menjadikan
karya-karya ciptaan yang didigitalisasi tersebut dapat disebarkan melalui media dan internet yang
mengakibatkan masyarakat dengan mudah memperoleh dan mengolah ciptaan tersebut dalam media
Pelindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Reini Wirahadikusumah Sebagai Orang yang Menjadi
Objek dalam Karya Cipta Potret yang Diunggah Tanpa Izin Sebagai Aset Digital Non-Fungible Token
(NFT)
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 1, Januari 2023 41
internet. Kemudahan tersebut ternyata tidak hanya memberikan dampak positif, melainkan juga
memberikan dampak yang negatif. Hal tersebut dapat dilihat dari maraknya pelanggaran Hak Cipta
yang terjadi dalam media digital.
Pelanggaran tersebut disebabkan oleh kemudahan dalam mengakses dan mengolah ciptaan
yang didigitalisasi tersebut dalam media digital. Kemudahan dalam mengakses dan mengolah ciptaan
tersebut juga menimbulkan kemudahan dalam melakukan tindakan eksploitasi ciptaan secara tidak
sah.
Berbagai macam pelanggaran Hak Cipta terjadi di dunia digital dengan media internet, seperti
penggandaan ciptaan, pengunduhan secara tidak sah, publikasi secara tidak sah, dan lain sebagainya.
Bentuk-bentuk publikasi karya ciptaan era teknologi sekarang juga telah mengalami perkembangan,
seperti pada teknologi NFT. Pada awalnya, NFT sendiri ditujukan untuk mengapresiasi karya seni
dalam bentuk digital dan mencegah terjadinya pelanggaran Hak Cipta dikarenakan platform yang
dibangun dengan sistem keamanan yang tinggi. Akan tetapi, pada masa kini terdapat banyak isu
ataupun fenomena terkait penyebaran konten pada platform NFT yang dapat diketagorikan sebagai
informasi yang melanggar ketentuan perundang-undangan seperti konten bermuatan pelanggaran Hak
Cipta. Hal tersebut dapat dilihat pada kasus posisi yang menjadi objek permasalahan, yaitu karya
potret Reini Wirahadikusumah, yang merupakan rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk
periode 2020-2025, diperjualbelikan pada platform NFT, yaitu OpenSea pada November 2021 lalu
oleh akun bernama ITB1920.
Tindakan pelanggaran Hak Cipta berupa publikasi dan penjualan potret tersebut
memperlihatkan bahwa peraturan perundang-undangan di Indonesia belum memberikan pelindungan
hukum yang tepat terhadap ciptaan yang didigitalisasi pada internet seperti karya yang diubah menjadi
aset digital NFT. Penegakan hukum yang belum maksimal di Indonesia mengakibatkan tingkat
kesadaran masyarakat terhadap Hak Cipta menjadi rendah. Padahal, pada dasarnya peraturan
perundang-undangan di Indonesia telah mengatur beberapa ketentuan terkait pelindungan Hak Cipta
dalam media internet. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain, UU Hak Cipta, UU ITE, PP
PSTE, dan Siaran Pers tentang NFT. UU Hak Cipta mengatur terkait dengan pelindungan Hak Cipta
sebagai Kekayaan Intelektual yang harus dijaga dan dihargai nilainya. UU ITE dan PP PSTE
memberikan pengaturan terkait dengan penyelenggaraan sistem elektronik sebagai wadah penyebaran
karya cipta yang didigitalisasi.
Ketentuan dalam UU Hak Cipta menjelaskan terkait pelindungan Hak Cipta, termasuk pada hak
atas karya cipta potret. Pasal 12 UU Hak Cipta menjelaskan bahwa penggunaan potret secara
komersial, penggandaan, pengumuman, pendistribusian, dan/atau komunikasi harus dilakukan dengan
persetujuan secara tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya. Pelindungan karya cipta potret
didasarkan pada ide atau gagasan dari siapa permintaan akan potret tersebut, apabila gagasan
pemotretan berasal dari fotografer, pemegang Hak Cipta adalah fotografer. Apabila gagasan
pemotretan berasal dari seseorang atau model atau perusahaan yang menggunakan jasa fotografer
tersebut, maka pemegang Hak Cipta atas karya potret tersebut adalah pihak yang menggunakan jasa
fotografer. Perbedaan pembedaan gagasan di sini berkaitan dengan kepemilikan hak atas publikasi
karya cipta potret.
Pada kasus ini, akun ITB1920 yang menggunggah potret Rektor ITB ke marketplace OpenSea
sebagai aset digital NFT diketahui bukan merupakan akun resmi ITB, pencipta, orang yang dipotret
ataupun ahli waris dari Reini Wirahadikusumah. Apabila melihat pada hal tersebut, sejatinya tindakan
akun ITB1920 tersebut telah melanggar ketentuan pada UU Hak Cipta dikarenakan tindakan secara
tanpa hak untuk mengunggah potret tersebut. Karya potret Rektor ITB tersebut merupakan salah satu
bentuk ciptaan yang dilindungi oleh UU Hak Cipta sebagaimana diatur dalam Pasal 40. Akan tetapi,
Pelindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Reini Wirahadikusumah Sebagai Orang yang Menjadi
Objek dalam Karya Cipta Potret yang Diunggah Tanpa Izin Sebagai Aset Digital Non-Fungible Token
(NFT)
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 1, Januari 2023 42
akun bernama ITB1920 telah memanfaatkan potret tersebut dengan tidak sesuai hukum yang mana
melanggar UU Hak Cipta terkhususnya pada Pasal 12.
Selanjutnya dapat dilihat ketentuan pada UU ITE, yang mana diatur terkait dengan Informasi
dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual dilindungi sebagai Hak
Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Potret Rektor ITB yang
diunggah menjadi aset digital NFT tersebut sejatinya merupakan karya intelektual yang dilindungi
oleh peraturan perundang-undangan, yang dalam hal ini adalah UU Hak Cipta. Dengan demikian,
pelindungan terhadap potret tersebut mengacu pada ketentuan pada UU Hak Cipta sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya.
Selain itu berkaitan dengan kasus ini, UU ITE juga mengatur terkait dengan pemanfaatan
sistem elektronik yang harus didasarkan pada asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad
baik, dan kebebasan dalam memilih teknologi. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelas bahwa
seharusnya suatu sistem elektronik digunakan dengan baik dengan tidak melanggar ketentuan hukum
yang berlaku. Pada kasus ini, karya potret Rektor ITB tersebut diunggah menjadi aset digital NFT
tersebut ke platform marketplace bernama OpenSea. Dapat dilihat bahwa akun ITB1920 telah
menggunakan platform OpenSea untuk mengunggah karya potret yang dilindungi sebagai Hak
Kekayaan Intelektual berdasarkan peraturan perundang-undangan. Maka dalam hal ini, telah terjadi
pemanfaatan teknologi dengan tidak sesuai hukum, tidak beriktikad baik, dan tidak memanfaatkan
teknologi tersebut secara netral. Pemanfaatan yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut telah
melanggar ketentuan pada Pasal 25 UU ITE.
Selanjutnya berkaitan dengan peraturan terkait sistem elektronik, pada PP PSTE diatur terkait
dengan prinsip penggunaan sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggungjawab dalam
pengoperasiannya dan sebagaimana mestinya. Dalam hal ini, pemanfaatan OpenSea sebagai sistem
elektronik dalam penyebaran potret Rektor ITB yang diunggah menjadi aset digital NFT sebagai
konten yang dilindungi Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan peraturan perundang-undangan, telah
melanggar ketentuan pada PP PSTE. Hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran karena pada
dasarnya NFT diciptakan dengan tujuan untuk mengapresiasi karya seni atau karya ciptaan dalam
bentuk digital dan mencegah terjadinya pelanggaran HKI, terkhususnya Hak Cipta dikarenakan
platform yang dibangun dengan sistem keamanan yang tinggi. Teknologi NFT berguna untuk
memverifikasi keaslian suatu karya seni yang didukung juga dengan penggunaan teknologi smart
contract. Hal tersebut sejatinya menunjukkan bahwa NFT seharusnya menjadi sarana pelindungan
Hak Cipta dalam platform digital.
2. Analisis Tindakan Hukum yang Tepat Terhadap Platform NFT Merupakan Penyelenggara
Sistem Elektronik Sebagai Media Penyeberan Konten Bermuatan Pelanggaran Hak Cipta
a. Gugatan Pelanggaran Hak Cipta Ke Pengadlian Niaga
UU Hak Cipta telah mengakomodasi tindakan hukum terkait dengan pelanggaran Hak
Cipta sebagaimana diatur pada Pasal 95 ayat (1) UU Hak Cipta, bahwa penyelesaian sengketa
Hak Cipta dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau
pengadilan. Ketentuan Pasal 95 ayat (1) dan Pasal 99 UU Hak Cipta tersebut telah menjamin
dan melindungi hak Reini Wirahadikusumah sebagai orang yang dipotret. Reini
Wirahadikusumah memiliki hak sebagai orang yang dipotret dalam karya cipta potret
tersebut. Gugatan sendiri merupakan suatu tuntutan hak yang bertujuan untuk memperoleh
pelindungan hak yang diberikan oleh pengadilan dalam mencegah tindakan Eigenrichting
(main hakim sendiri). Pihak yang mengajukan tuntutan hak tersebut merupakan pihak yang
berkepentingan dalam memperoleh pelindungan hukum, sehingga pihak tersebut dapat
mengajukan tuntutan hak ke muka pengadilan (Sudikno Mertokusumo, 2009). Berdasarkan
Pelindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Reini Wirahadikusumah Sebagai Orang yang Menjadi
Objek dalam Karya Cipta Potret yang Diunggah Tanpa Izin Sebagai Aset Digital Non-Fungible Token
(NFT)
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 1, Januari 2023 43
ketentuan UU Hak Cipta, pengadilan yang berwenang untuk menangani penyelesaian
sengketa atau pelanggaran Hak Cipta adalah Pengadilan Niaga.
b. Laporan Dugaan Tindak Pidana Hak Kekayaan Intelektual Kepada Pihak Berwenang
Berdasarkan Pasal 105 UU Hak Cipta, UU Hak mengakomodasi penyelesaian sengketa
tidak hanya gugatan secara keperdataaan, tetapi juga dapat melakukan penuntutan secara
pidana. Penuntutan secara pidana dapat diawali dengan pembuatan laporan aduan terhadap
pelanggaran Hak Cipta kepada pihak kepolisian sebagai pihak yang memliki wewenang
dalam melakukan penyidikan Pembuatan laporan aduan dalam pelanggaran Hak Cipta
didasarkan pada ketentuan pada Pasal 120 UU Hak Cipta yang menyatakan bahwa tindak
pidana dalam UU Hak Cipta merupakan delik aduan. Pembuatan laporan oleh pihak Reini
Wirahadikusumah nantinya dapat menyatakan bahwa akun ITB1920 telah diduga melakukan
pelanggaran yang memenuhi rumusan delik pada Pasal 115 UU Hak Cipta. Laporan tersebut
dapat ditempuh oleh pihak Reini Wirahadikusumah apabila dalam permasalahan ini
dikehendaki diselesaikan melalui persidangan secara pidana untuk memberikan efek jera
kepada pelaku, yaitu berupa pidana denda.
c. Perimintaan Penutupan Akses Terhadap Konten Kepada Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Repubiik Indonesia
Upaya hukum yang dapat dilakukan selain menempuh jalur perdata dan pidana adalah
berupa laporan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia c.q.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PBM
Menkumham dan Menkominfo tentang Penutupuan Konten. Laporan tersebut diajukan
kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dengan tujuan penutupan konten yang
bermuatan pelanggaran Hak Cipta.
Laporan dibuat dalam bahasa Indonesia dengan memuat identitas pelapor dari pihak Reini
Wirahadikusumah, bukti karya potret yang menunjukan kepemilikan hak, alamat situs
platform OpenSea, dengan penjelasan #ReiniOut sebagai nama aset digital NFT yang
diunggah, jenis pelanggaran yaitu penggunaan karya cipta potret tanpa izin dengan cara
diunggah secara tidak sah ke platform OpenSea sebagai aset digital NFT, dan keterangan-
keterangan lain yang menggambarkan tindakan pelanggaran Hak Cipta. Dalam laporan
tersebut harus dilampirkan fotokopi identitas Reini Wirahadikusumah, dokumen bukti
kepemilikan hak dalam karya potret, dokumen alamat situs OpenSea, dokumen mengenai
pelanggaran atas Hak Cipta, surat kuasa apabila dilaporkan melalui kuasa hukum, serta
dokumen pendukung lainnya.
Atas laporan tersebut, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sebagai pihak yang
menerima laporan akan melakukan verifikasi terhadap laporan tersebut. Apabila nantinya
terbukti terdapat pelanggaran berdasarkan bukti-bukti yang dilampirkan, maka Direktorat
Jenderal Kekayaan Intelektual atas nama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia akan memberikan rekomendasi kepada Menteri Komunikasi dan Informatikan
Republik Indonesia c.q. Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika. Penutupan konten dalam
hal ini sebagai upaya yang dilakukan agar konten yang memuat pelanggaran Hak Cipta karya
potret Rektor ITB dalam situs internet tidak dapat diakses.
d. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum ke Pengadilan Negeri
Upaya hukum lain selain pengajuan gugatan ke Pengadilan Niaga dapat berupa gugatan
ke Pengadilan Negeri sesuai kedudukan hukum pihak yang mengoperasikan OpenSea selaku
Pelindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Reini Wirahadikusumah Sebagai Orang yang Menjadi
Objek dalam Karya Cipta Potret yang Diunggah Tanpa Izin Sebagai Aset Digital Non-Fungible Token
(NFT)
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 1, Januari 2023 44
penyelenggara sistem elektronik dalam kasus tersebut. Upaya hukum berupa Gugatan
Perbuatan Melawan Hukum ke Pengadilan Negeri dapat diajukan sebagaimana diamanatkan
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE). Ketentuan dalam PP PSTE
berfokus pada pengaturan terhadap penyelenggaraan sistem elektronik di Indonesia. Gugatan
Perbuatan Melawan Hukum di sini dapat menjadi opsi untuk mengakomodasi tindakan
hukum terhadap Penyelenggara Sistem Elektronik yang melanggar ketentuan pada PP PSTE.
Dalam kasus yang dibahas, dapat dilihat bahwa OpenSea selaku Penyelenggara Sistem
Elektronik tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PP PSTE,
dikarenakan OpenSea tidak melakukan penyelenggaraan sistem elektronik secara andal dan
aman dalam pengoperasiannya dikarenakan terdapatnya penyebaran konten bermuatan
pelanggaran Hak Cipta. Selain berdasarkan ketentuan pada pasal tersebut, Gugatan Perbuatan
Melawan Hukum juga dapat diajukan terhadap OpenSea sebagai Penyelenggara Sistem
Elektronik dengan mengacu pada ketentuan pada Pasal 15 UU ITE yang mana berisi
ketentuan yang mengharuskan Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggungjawab secara
hukum apabila terjadi kesalahan dalam penggunaan sistem, dan juga Pasal 5 ayat (1) PP
PPSTE yang mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik memastikan sistem elektroniknya
tidak memuat informasi dan/atau dokumen elektronik yang melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam hal ini, dalam platform OpenSea telah terdapat muatan konten
yang bertentangan dengan Hak Kekayaan Intelektual pihak lain. Bentuk pertanggungjawaban
pihak OpenSea atas pelanggaran Hak Cipta tersebut sejatinya memang diperlukan
dikarenakan dalam setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak baik yang
dilakukan secara tidak memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada dasarnya tetap
harus disertai dengan pertanggungjawaban.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa UU Hak Cipta telah memberikan
ketentuan hukum dalam mewujudkan pelindungan hukum terhadap Hak Cipta. UU Hak Cipta juga
sejatinya telah memberikan pelindungan hukum dalam media internet sebagaimana diatur dalam Pasal
54 sampai dengan Pasal 56 UU Hak Cipta. Akan tetapi ketentuan tersebut belum mengatur secara
komprehensif terkait pelindungan hukum terhadap karya cipta pada media internet seperti pada
platform NFT. Oleh karena itu, perwujudan pelindungan Hak Cipta pada media internet terkhususnya
pada karya cipta yang disebarkan pada platform NFT harus juga mengacu pada ketentuan pada UU
ITE, dan PP PSTE, Bahwa pelanggaran Hak Cipta yang terjadi pada kasus karya potret Rektor ITB
yang diubah menjadi aset digital NFT, dapat ditempuh tindakan hukum berupa Gugatan Pelanggaran
Hak Cipta ke Pengadilan Niaga, Laporan Tindakan Pidana ke Pihak yang Berwenang, Laporan
Terkait Penutupan Konten ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dan
Gugatan Perbuatan Melawan Hukum terkait pelanggaran ketentuan pada UU ITE, dan PP PSTE ke
Pengadilan Negeri.
Pelindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Reini Wirahadikusumah Sebagai Orang yang Menjadi
Objek dalam Karya Cipta Potret yang Diunggah Tanpa Izin Sebagai Aset Digital Non-Fungible Token
(NFT)
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 1, Januari 2023 45
Bibliografi
Coggan, G. (2021). Confused About Nfts? Here’s All You Need To Know. Creativebloq.
Danuri, M. (2019). Perkembangan Dan Transformasi Teknologi Digital. Jurnal Ilmiah Infokam,
15(2). Https://Doi.Org/10.53845/Infokam.V15i2.178
Fadhillah, Y., Samosir, K., Angriawan, R., Jamaludin, J., Ardiana, D. P. Y., Parewe, A. M. A. K.,
Yuswardi, Y., Simarmata, J., Pakpahan, A. F., & Multazam, M. T. (2022). Teknologi Blockchain
Dan Implementasinya. Yayasan Kita Menulis.
Https://Books.Google.Co.Id/Books?Hl=En&Lr=&Id=Qmxxeaaaqbaj&Oi=Fnd&Pg=Pa33&Dq=
Nft+Merupakan+Sekumpulan+Data+Yang+Tersimpan+Pada+Buku+Besar+Digital+Yang+Dike
nal+Dengan+Istilah+Blockchain.+Sama+Seperti+Pada+Mata+Uang+Digital+Seperti+Bitcoin,+
&Ots=Natgbskvu0&Sig=Fd7obj2i7m6wibmnbs5jgp6nmbm&Redir_Esc=Y#V=Onepage&Q&F
=False
Mayana, R. F., Santika, T., Pratama, M. A., & Wulandari, A. (2022). Intellectual Property
Development & Komersialisasi Non-Fungible Token (Nft): Peluang, Tantangan Dan
Problematika Hukum Dalam Praktik. Acta Diurnal Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan, 5(2), 202
220. Https://Doi.Org/10.23920/Acta.V5i2.812
Nasution, M. R. M., Marlina, M., & Akhyar, A. (2021). Implementasi Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Terkait Dengan Kebebasan
Berpendapat Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. Jurnal Ilmiah Metadata, 3(2), 719743.
Https://Ejournal.Steitholabulilmi.Ac.Id/Index.Php/Metadata/Article/View/85
Purwaningtyas, F. (2022). Buku Ajar Informasi Dan Masyarakat. Media Sains Indonesia.
Https://Books.Google.Co.Id/Books?Hl=En&Lr=&Id=Z016eaaaqbaj&Oi=Fnd&Pg=Pa20&Dq=D
unia+Teknologi+Yang+Terus+Berkembang+Ini+Telah+Membuat+Suatu+Perubahan+Bagi+Seti
ap+Manusia+Untuk+Dapat+Melakukan+Kegiatannya+Dengan+Tidak+Mengenal+Batas+Wilay
ah+(Borderless)+&Ots=Vqtiepqmiz&Sig=Siqyga39pui7rfaxbsntjiqzzga&Redir_Esc=Y#V=One
page&Q&F=False
Purwati, A. (2020). Metode Penelitian Hukum Teori & Praktek. Jakad Media Publishing.
Http://Eprints.Uwp.Ac.Id/Id/Eprint/2819/
Safitri, A. (2022). Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Konten Nft (Non-Fungible Token) Menurut
Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Universitas Jambi.
Https://Repository.Unja.Ac.Id/40961/
Santoso, E. (2018). Pengaruh Era Globalisasi Terhadap Hukum Bisnis Di Indonesia. Prenada Media.
Https://Books.Google.Co.Id/Books?Hl=En&Lr=&Id=7ozedwaaqbaj&Oi=Fnd&Pg=Pa3&Dq=H
arta+Tidak+Berwujud+Merupakan+Barang+Yang+Tidak+Dapat+Disentuh+Atau+Dipegang,+T
etapi+Memiliki+Nilai+Tertentu+Yang+Ditetapkan+Padanya&Ots=_Ef93qgdax&Sig=Euowo2tv
smfz5bz53mdbv0wq-8c&Redir_Esc=Y#V=Onepage&Q&F=False
Sawitri, E., Astiti, M. S., & Fitriani, Y. (2019). Hambatan Dan Tantangan Pembelajaran Berbasis
Teknologi Informasi Dan Komunikasi. Prosiding Seminar Nasional Program Pascasarjana
Universitas Pgri Palembang. Https://Jurnal.Univpgri-
Palembang.Ac.Id/Index.Php/Prosidingpps/Article/View/3026
Sri Wahyuni, S. E., Dev, M. E., Rifki Khoirudin, S. E., & Dev, M. E. (2020). Pengantar Manajemen
Aset. Nas Media Pustaka.
Pelindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Reini Wirahadikusumah Sebagai Orang yang Menjadi
Objek dalam Karya Cipta Potret yang Diunggah Tanpa Izin Sebagai Aset Digital Non-Fungible Token
(NFT)
Jurnal Indonesia Sosial Sains, Vol. 4, No. 1, Januari 2023 46
Https://Books.Google.Co.Id/Books?Hl=En&Lr=&Id=Imjudwaaqbaj&Oi=Fnd&Pg=Pr5&Dq=Ha
rta+Tidak+Berwujud+Merupakan+Barang+Yang+Tidak+Dapat+Disentuh+Atau+Dipegang,+Te
tapi+Memiliki+Nilai+Tertentu+Yang+Ditetapkan+Padanya&Ots=Inhpedgwol&Sig=Sh11pf_Be
crjodx5vijis2oaha8&Redir_Esc=Y#V=Onepage&Q&F=False
Syafri, M. D. (2022). Perspektif Hakim Tentang Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action)
Dalam Menentukan Adequacy Of Representation (Studi Putusan 56/Pdt. G/2020/Pn Krg).
Https://Digilib.Uns.Ac.Id/Dokumen/Detail/85770/Perspektif-Hakim-Tentang-Gugatan-
Perwakilan-Kelompok-Class-Action-Dalam-Menentukan-Adequacy-Of-Representation-Studi-
Putusan-56pdtg2020pn-Krg
Utami, D. A., & Sektiyaningsih, I. S. (2022). Tren Nft Dan Defi Dalam Bisnis Di Era Metaverse.
Jmba Jurnal Manajemen Dan Bisnis, 8(02), 2230.
Http://Journal.Ibmasmi.Ac.Id/Index.Php/Jmba/Article/View/493
Wildan, A., Milah, M. S., Taufik, M., & Santika, T. (2022). Problematik Hukum Aset Digital Era
Disrupsi 5.0 Di Indonesia Melalui Pendekatan Legislasi. Mahupas: Mahasiswa Hukum Unpas,
1(02), 6788. Https://Journal.Unpas.Ac.Id/Index.Php/Mahupas/Article/View/5720