http://jiss.publikasiindonesia.id/

P-ISSN:2723 – 6692

Implementasi Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 Tentang Pendidikan Pesantren


Fara Fariha Rodliyana

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kadiri, Indonesia Email: [email protected]


           Artikel info        

Artikel history

Diterima

: 26-10-2022

Direvisi

: 15-11-2022

Disetujui

: 18-11-2022


Kata Kunci: Implementasi; Kebijakan; Ilmu Nahwu Shorof; Pondok Pesantren.


Keywords: Implementation; Policy; Nahwu Shorof Science; Islamic boarding school.

Abstrak

Pendidikan pesantren merupakan hal yang sangat inti dan wajib dalam kaitannya dengan ilmu agama. Untuk itu diterbitkanlah Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren yang mengatur secara spesifik tentang jalannya pendidikan di suatu pondok pesantren. Pondok Pesantren sendiri menggunakan kurikulum kitab kuning dan al-qur‟an sebagai landasan pendidikan utamanya, namun saat ini ada juga pondok pesantren yang sudah menarapkan pendidikan umum di dalam pesantrenya. Di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek mewajibkan pembelajaran ilmu nahwu shorof menyeluruh dari kelas bawah menengah hingga yang kelas atas. Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek sendiri juga sudah menerapkan pendidikan formal sebagai penunjang pembelajaran santri, seperti halnya PAUD, Raudlatul Athfal, Marosah Ibtida‟iyah, Sekolah Menengah Pertama Islam, Kesetaraan Paket B dan Paket C, dan juga Panti Asuhan. Pendekatan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dan data sekunder diperoleh dari dokumentasi, arsip-arsip, literatur, dan buku yang berkaitan dengan fokus penelitian. Teknik pegumpulan data yang digunakan berupa wawancara, observasi, dan dokumentasi serta beberapa alat penunjang seperti pedoman wawancara maupun alat penunjang lainnya. Teknik analisis data dilakukan melalui proses pengumpulan data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Pembelajaran Ilmu Nahwu Shorof di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek dilaksanakan dengan baik namun belum bisa optimal karena masih terdapat beberapa hambatan. Oleh karena itu diperlukanusaha yang maksimal dalam menyelenggarakan pendidikan dengan kerjasama dan koordinasi yang baik antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan.


Abstract

Pesantren education is very core and mandatory in relation to religious knowledge. For this reason, the Minister of Religion Regulation Number 31 of 2020 concerning Islamic Boarding Schools was issued which specifically regulates the course of education in an Islamic boarding school. Islamic boarding schools themselves use the yellow book curriculum and the Koran as their main educational foundation, but currently there are also Islamic boarding schools that have implemented general education in their pesantren. At the Subulus Salam Trenggalek Islamic Boarding School, it is mandatory to learn comprehensive nahwu shorof science from the lower middle class to the upper class. The Subulus Salam Trenggalek Islamic Boarding School itself has also implemented formal education to support student learning, such as PAUD, Raudlatul Athfal, Marosah Ibtida'iyah, Islamic Junior High School, Equality Package B and Package C, and also

the Orphanage.                    


This research approach is descriptive qualitative. The data in this study consisted of primary data obtained from interviews and secondary data obtained from documentation, archives, literature, and books related to the research focus. Data collection techniques used in the form of interviews, observations, and documentation as well as several supporting tools such as interview guidelines and other supporting tools. Data analysis techniques are carried out through the process of collecting data, presenting data, and drawing conclusions. The results of this study indicate that the implementation of the Nahwu Shorof Science Learning Policy at the Subulus Salam Trenggalek Islamic Boarding School was carried out well but could not be optimal because there were still several obstacles. Therefore, maximum effort is needed in providing education with good cooperation and coordination between policy makers and policy implementers.

Koresponden author: Fara Fariha Rodliyana

Email: [email protected]m artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi

CC BY SA

2022


Pendahuluan

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam tertua di Indonesia dimana lembaga ini masih sangat menjunjung tinggi tradisi dan budaya bangsa (Suwadji, 2014). Pondok pesantren juga menjadi salah satu pusat perkembangan agama Islam dimana keberadaannya menjadi salah satu tempat penyebaran Islam di Indonesia. Pergerakan pesantren selaras dengan perkembangan zaman; kehadirannya dalam memecahkan persoalan-persoalan dimasyarakat, dimana institusi pendidikan ini yang mendominasi pendidikan agama mampu memberikan kontrobusi krusial dalam transmisi ilmu-ilmu keislaman, produksi ulama, pemeliharaan ilmu, nilai-nilai dan tradisi islam (Siswanti, 2015).

Dalam suatu pendidikan di pesantren, hal yang paling menentukan keberhasilan dalam setiap tujuan dan cita-cita yaitu pemimpin atau pengelola lembaga (Nabila et al., 2020). Pondok pesantren itu sendiri merupakan suatu lembaga yang berbasiskan pada kesatuan keagamaan sekaligus berbasiskan Pendidikan formal (Yahya, 2017). Di dalam pondok pesantren terdapat beberapa unsur pembangun yang sangat berperan penting untuk kemajuan pesantren yaitu Pemimpin Lembaga atau yang biasa disebut Kyai, para ustadz dan ustadzah, para santri, kurikulum pendidikan pondok pesantren atau kitab kuning, serta sarana prasarana.

Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek sendiri juga merupakan suatu lembaga yang berbasiskan pada kesatuan keagamaan sekaligus berbasiskan pendidikan formal maupun non formal, sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren (Safradji, 2020). Pondok Pesantren Subulus Salam juga sudah menerapkan isi dan kandungan yang tertulis dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 tersebut, kendati demikian belum semuanya bisa terselenggarakan dengan baik, oleh sebab itu dalam penelitian ini penulis berharap bisa mengkaji lebih dalam apa saja sektor pendidikan dalam Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek yang sudah berjalan utamanya tentang pentingnya pembelajaran ilmu nahwu shorofnya serta kendala-kendala yang menghambat jalannya sistem pendidikan tersebut.

Pondok Pesantren Subulus Salam Trengglaek bercita-cita mencetak generasi yang mampu terjun ke masyarakat dalam segala bidang, untuk itu maka diperlukan sumber daya manusia yang cerdas dan berakhlaq mulia serta wadah atau sarana dan prasarana di pesantren yang memadai sehingga bisa mendukung bakat minat para santri. Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek juga menggunakan sistem pendidikan yang menyeluruh untuk mewujudkan impianya agar bisa mencetak para santri yang unggul, yaitu dalam artian mencakup semua potensi baik dari aspek keilmuan agama


dan juga ilmu umum. Pondok Pesantren Subulus Salam sebagai salah satu lembaga pendidikan yang mengkombinasikan pada penekanan aspek afektif dan psikomotor, yaitu dengan mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang sesuai dengan syariat Islam, serta membekali para santri dengan keterampilan-keterampilan yang berguna di dalam kehidupan bermasyarakat, juga menyediakan fasilitas Pendidikan yang sangat memadai di dalam lingkup pesantren seperti pada jenjang PAUD, RA, Madrasah Ibtida‟iyah, Sekolah Menengah Pertama Islam, dan Pendidikan kesetaraan Paket B dan C, juga Pusat Kegiatan Belajar Mengajar Pondok Pesantren Subulus Salam. Pengertian pondok pesantren secara terminologis cukup banyak dikemukakan para ahli. Beberapa ahli tersebut adalah:

Dhofier dalam (Fitriyah, 2020) mendefinisikan bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.

Sedangkan Asrohah (II, n.d.) mendefinisikan bahwa pesantren tradisional merupakan jenis pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikannya. Dari pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan

Islam tradisional yang mempelajari ilmu agama (tafaqquh fi al-dîn) dengan penekanan pada pembentukan moral santri agar bisa mengamalkannya dengan bimbingan kiyai dan menjadikan kitab kuning sebagai sumber primer serta sumber-sumber yang lain, serta tidak tertinggal dalam bidang Pendidikan non formal atau umum.

Penelitian dengan judul “Moralitas Pendidikan Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Santri di Pondok Pesantren Cipasung” ditulis oleh Mansur. Penelitian tentang moralitas pendidikan pesantren ini merupakan penelitian yang terfokus kepada pandangan hidup santri yang digali secara empiris di lapangan.

Penelitian selanjutnya berjudul “Peranan Pondok Pesantren dalam Pembinaan Akhlak Santri (Penelitian di Pondok Pesantren Al-Barokah Rancapaku Padakembang Kab. Tasikmalaya” ditulis oleh Zamzam Abdul Kudus. Penelitian ini menggali tentang akhlak para santri yang terlihat kurang memiliki kesadaran dan tanggung jawab, serta tidak menaati tata tertib pondok. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode field research dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan, teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah observasi, wawancara, angket, dan dokumentasi.

Penelitian berikutnya yaitu Penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurhayati yang berjudul: “Sikap dan Perilaku Santriwati XI Tingkat Madrasah Aliyah Terhadap Peraturan Kedisiplinan di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak”. Dari penelitian yang telah dilakukan Siti Nurhayati menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa konsep tata tertib yang ada di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak sudah memenuhi syarat-syarat. Sebab, tata tertib tersebut sudah dijadikan peraturan baku yang dijadikan undang-undang bagi setiap santriwati yang didalamnya terdapat hak-hak dan kewajiban serta sanksi bagi santriwati yang melanggar. Kesemuanya sudah disesuaikan dengan kemampuan santriwati sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak mentaatinya, dari pelanggaran yang bersifat ringan hingga berat. Santriwati yang melanggar peraturan yang sudah ditetapkan akan mendapakan sanksi tersendiri sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti sangat tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang “Implementasi Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren“(Studi Kebijakan Pembelajaran Ilmu Nahwu Shorof di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek).


Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif (Ramdhan, 2021). Penelitian kualitatif merupakan sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berbentuk tulisan tentang orang atau kata-kata orang dan perilakunya yang nampak atau kelihatan (Anggito & Setiawan,


2018). Sedangkan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Subulus Salam Kabupaten Trenggalek. Fokus penelitian ini yaitu Implementasi kebijakan pembelajaran Ilmu Nahwu Shorof di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek dan Kendala dalam implementasi kebijakan pembelajaran ilmu nahwu shorof di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek.

Menurut pandangan Van meter dan Van horn dalam (W. Kurniawan & Maani, 2019) implementasi kebijakan dipengaruhi oleh enam variable :

  1. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan

  2. Sumber daya

  3. Karakteristik organisasi pelaksana

  4. Sikap para pelaksana

  5. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan.

  6. Lingkungan sosial, ekonomi, sosial dan politik


    Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa kata-kata, hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi yang mendukung penelitian ini. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Sumber data penelitian adalah sumber data primer berupa hasil wawancara dan observasi lapangan dengan informan, sedangkan sumber data sekunder berupa hasil studi dokumen yang diperoleh dalam penelitian, didukung dengan literatur atau referensi yang relevan.

    Narasumber/ Informan, Pemilihan informan dilakukan dengan pertimbangan pada kemampuan mereka untuk memberi informasi yang diperlukan dalam penelitian, yaitu :

    1. Ketua Yayasan Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek.

    2. Kepala Pengurus Yayasan Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek.

    3. Kepala Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Subulus Salam.

    4. Para Santri yang memahami dan terkait langsung dengan pelaksanaan pendidikan di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek.


      Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dalam menguji keabsahan suatu data atau memeriksa kebenaran data digunakan cara memperpanjang masa penelitian, pengamatan yang terus-menerus, triangulasi, baik triangulasi sumber data maupun triangulasi teknik pengumpulan data, serta membicarakan dengan orang lain atau rekan sejawat.

      Analisis data dilakukan berdasarkan matriks dinamika situs (Miles dan Huberman, 2002: 216). Di dalam penarikan kesimpulan selama penelitian berlangsung didasarkan pada reduksi data dan sajian data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian dapat digambarkan dengan bagan analisis sebagai berikut :




      Gambar 1. Komponen Analisis Data Model Interaktif Miles dan Hubermen

      Sumber : (Mathew B. Miles dan A Michael Huberman, 2002: 216).


      Proses analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Dalam penelitian kualitatif, proses analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data daripada setelah pengumpulan data.

      1. Analisis sebelum lapangan Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian, namun fokus penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk ke lapangan. Jika fokus penelitian yang dirumuskan pada proposal tidak ada di lapangan, maka peneliti akan merubah fokusnya.

      2. Data reduction (Reduksi Data) Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta dicari tema dan polanya. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Reduksi data dapat dibantu menggunakan peralatan elektronik seperti komputer mini dengan cara memberikan kode-kode pada aspek tertentu. Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu, kalau peneliti dalam melakukan penelitian, menemukan segala sesuatu yang dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru hal itulah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluwesan serta kedalaman wawasan yang tinggi.

      3. Data display (penyajian data) Setelah data berhasil direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif proses penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sebagainya. Tetapi yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif. Dengan melakukan display data, maka akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Disarankan dalam melakukan display data, selain menggunakan teks naratif juga dapat menggunakan grafik, matrik, jejaring kerja dan chart. Setelah peneliti berhasil mereduksi data ke dalam huruf besar, huruf kecil dan angka, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam mendisplaykan data, huruf besar, huruf kecil dan angka disusun ke dalam urutan sehingga strukturnya dapat dipahami. Setelah itu dilakukan analisis secara mendalam apakah ada hubungan interaktif antara ketiga hal tersebut.

      4. Conclusion Drawing/ verification Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak karena seperti yang telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.


Hasil Penelitian dan Pembahasan

Implementasi Penyelenggaraan Kebijakan Pembelajaran Ilmu Nahwu Shorof di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek. Menurut metode pendekatan dari Van Meter Van Horn implementasi diartikan sebagai sebuah abstraksi atau performansi suatu pengejewantahan kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Pendidikan di Pondok Pesantren berada diantara tahapan penyusunan kebijaksanaan dan hasil atau konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh kebijakan Pendidikan (Agostino, 2006).

Sedangkan Ilmu nahwu adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah/tata bahasa arab untuk penyusunan kata dalam bahasa arab sedangkan ilmu shorof adalah ilmu yang membahas kata dalam bahasa arab serta perubahannya sebelum digunakan (Qomaruddin, n.d.). Dalam mempelajari ilmu agama islam, kemampuan menguasai bahasa Arab sangat penting dan wajib dikuasai oleh orang-orang yang ingin memperdalaminya, hal ini karena agama Islam diajarkan oleh Nabi Muhammad yang merupakan orang Arab dan Al-Qur'an sebagai pedoman dan petunjuk bagi umat manusia juga menggunakan bahasa Arab. Bahkan hampir semua sumber dan literatur agama Islam ditulis dengan menggunakan bahasa Arab. Dalam pendidikan pesantren, keseluruhannya menggunakan bahasa arab. Maka diperlukan penguasaan bahasa Arab untuk memahami agama Islam secara mendalam. Sehingga diseluruh pondok pesantren tak lepas dari ilmu alat, yakni Ilmu Nahwu dan Shorof sebagai dasar penguasaan kaidah bahasa arab.

Pembahasan ilmu nahwu untuk mengetahui status dari suatu lafadz/kalimah/kata arab, dalam bahasa indonesia biasa disebut SPOK dan mengetahui bacaan/harokat huruf akhir pada lafadz tersebut (Hakim, 2014). Sedangkan ilmu shorof untuk mengetahui perubahan bentuk lafadz dan makna serta agar mengetahui penempatan/menyusun lafadz tersebut dengan disertai menggunakan ilmu nahwu supaya menjadi kalimat/jumlah(istilah dalam ilmu nahwu) yang baik dan sesuai (Carieska & Husein, 2020). Ilmu nahwu dan shorof dalam pendidikan Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek dibagi menjadi beberapa tingkatan. Untuk dasar, mengetahui istilah-istilah dalam ilmu tersebut dan konsep dasar dari istilah tersebut. Untuk menengah pengembangan istilah dari konsep dasar dan penambahan istilah serta konsep tambahan. Sedangkan yang atas, pengembangan yang lebih spesifik dan tambahan sedikit membahas istilah dasar dalam ilmu balaghoh (sastra arab), agar ketika mempelajari ilmu balaghoh tidak kebingungan.

Berbicara tentang nahwu shorof penulis ingin membahas Kitab Alfiyah Ibnu Malik yang dikaji diberbagai pesantren di nusantara khususnya. Karena sudah selayaknya setiap pesantren yang ada di nusantara mengkaji kitab satu ini karena pastinya dalam dunia pendidikan pesantren tidak pernah lepas dari yang namanya kurikulum berbahasa arab. Bahkan untuk mengkaji alquran, alhadits dan juga seluruh pembelajaran kitab-kitab kuning yang ada di pesantren semuanya menggunakan bahasa arab. Oleh sebab itu diperlakuan kitab ini untuk membimbing tentang tatacara mengkaji dan mengetahui aturan tauran berbasa arab yang baik dan sesuai dengan kaidah dasar bahasa arab. Maka hukum mempelajari alfiyah ini hukumnya wajib bagi para santri agar bisa memahami alquranl hadits dan kitab kitab kuning klasik lainya karena keseluruhannya menggunakan bahasa arab. Kitab alfiyah ini membahas secara detail aturan-aturan gramatika bahasa arab, dan istilah-istilah pun banyak sekali. Dalam ilmu Nahwu bentuk susunan lafadz ada yang dinamakan jumlah dan kalam. Kalam adalah kalimah yang tersusun dan menunjukkan makna serta berfaidah/bisa difaham. Jumlah adalah paling ringkasnya bentuk dari kalam yang menunjukkan atas makna yang mandiri,baik berfaidah atau tidak. Keduanya memuat unsur musnad / predikat dan musnad ilaih / subyek.

Sedangkan kalimah sendiri ada 3 yaitu fi‟il (mempunyai makna tersendiri dan disertai zaman lampau, sekarang ataupun esok), isim (mempunyai makna tersendiri dan tidak disertai zaman), dan kalimah huruf (bisa memiliki makna jika disertai kalimah lain) yang ketiganya memiliki tanda-tandanya tersendiri sehingga dapat diketahui pembagiannya, akan tetapi harus jeli dalam melihat


setiap kata dari huruf dan harokatnya, karena kalimah isim bisa mencangkup nama, benda, sifat, tempat dan yang lain, pembagiannya cukup banyak seperti isim fa‟il, maf‟ul, alat, sifat, „alam melihat huruf,harokat dan diarahkan kemana isim tersebut (Asmuki & Muhammadiyah, 2020). Kalimah fi‟il bisa mencangkup madli,mudlori‟, amar dan yang lain. Dari sudut pandang susunan, status isim bisa sebagai fa‟il (subjek) , maf‟ul (objek), hal (keadaan), dzorof atau yang lain. Begitupun juga fi‟il, akan tetapi tidak semua fi‟il bisa berstatus seperti isim bahkan ada yang dengan syarat seperti penambahan. Kitab Kuning Alfiyah Ibnu Malik ini di Pondok Pesantren Subulus Salam diperuntukkan bagi kelas tertinggi selama dua tahun yakni klas VI dan VII. Untuk kelas bawahnya ada kitab Aj-Jurumiyah dan At-tshrif Istilahi dan At-tashrif lughowi digunakan di kelas IV, ada juga Kitab Al-„Imrithi dan Maqsud untuk kelas V. Perbedaan antara Kitab Alfiyah dengan pelajaran kelas bawahnya cukup signifikan, karena pembahasannya lebih dalam. Seperti dalam kitab bawahnya hanya membahas nida‟ saja, dalam Alfiyah ada cabangan pembahasannya yakni istighosah, nudbah, tarkhim dan ikhtishos, dan juga membahas tashghir, imalah, waqof dan lain-lain. Sebagai salah satu kitab kuning yang mengkaji tentang gramatika bahasa arab kitab alfiyah ini terbilang yang paling lengkap, hampir semua aturan berbahasa arab termaktub didalamnya.

Implementasi Kebijakan Pembelajaran Ilmu Nahwu Shorof di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek. Dalam membahas penelitian ini peneliti memilih menggunakan teori dari Model pendekatan implementasi kebijakan yang dirumuskan Van Meter dan Van Horn disebut dengan A Model of the Policy Implementation (1975). Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau permofmansi suatu pengejewan paham kebijakan yang pada dasarnya secara senaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik, pelaksana bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variable.

Pembahasan dalam penelitian ini lebih didasarkan pada tingkat kepentingan/urgensi dari masalah yang dihadapi dalam penelitian ini. Oleh karena yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah Implementasi Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren (Studi Kebijakan Pembelajaran Ilmu Nahwu Shorof di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek) dengan merujuk pendapat Van Meter dan Van Horn yang disebut dengan A Model of the Policy Implementation (1975), maka proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu pengejewantahan kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini menjelaskan bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh enam variabel yang saling berkaitan, namun variable yang peneliti pakai dalam menganalisis penelitian ini yaitu berfokus pada:

  1. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan

  2. Sumber daya

  3. Lingkungan sosial


Berdasarkan hasil penelitian dengan para informan yang meliputi kepala yayasan, pengurus yayasan, ketua Pondok Pesantren Subulus Salam beserta tenaga kependidikan dan para peserta didik, maka hasil wawancara terkait kebijakan pembelajaran ilmu nahwu shorof di Madrosah Diniyah Subulus Salam dapat diuraikan sebagai berikut :

Proses wawancara dengan pertanyaan perihal standar, sasaran dan tujuan di adakannya Kebijakan Pembelajaran Ilmu Nahwu Shorof Di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek Informan Pertama KH. Ali Ridlo Machali (Kepala Yayasan Subulus Salam)

Persepsi subjek terhadap standar, sasaran dan tujuan kebijakan:

“Kalau sistem pembelajaran pondoknya menurut saya sudah sesuai dengan standar kebijakan pesantren terhadap pelaksanaan Pendidikan ilmu alat mbak, kami membuat


kebijakan dengan mengedepankan Pendidikan dalam bidang agama karena basis Pendidikan kami adalah pesantren jadi bahasa arab merupakan standar wajib yang harus dikuasai setiap santri, namun kami juga menyediakan sekolah umum untuk para santri yang ingin melanjutkan pendidikanya disamping tetap harus mengikuti pengajian kitab kuning sesuai dengan jadwal yang ada di pondok pesantren. Tujuan dari kebijakan kami tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membina para santri agar memiliki kemampuan Bahasa arab yang mumpuni sehingga bisa dijadikan pedomanya untuk mempelajari kitab kuning yang lain.” (KH. Ali Ridlo Machali, 2022).


Informan Kedua Agus Samas Muizul Mala (Kepala Kepengurusan di Yayasan Subulus Salam)

Persepsi subjek terhadap standar,sasaran dan tujuan kebijakan:

“Kalau kebijakan pembelajaran ilmu nahwu shorofnya insya alloh sudah sesuai standar malah mungkin lebih karena disini lengkap dari kelas 1 ibtida’ sampai 8 Aliyah mempelajari nahwu shorof semua, tapi mungkin akan bisa berubah sesuai kebutuhan dikarenakan keadaan. Santri juga tidak hanya ngaji nahwu shorof saja, ada banyak kitab kuning lain yang harus dikuasai, adapula yang sembari sekolah umum, ada yang sembari belajar keterampilan, ada juga yang sembari menghafal al-qur’an. Sedangkan tujuan kebijakan di adakannya pembelajaran ilmu nahwu shorof tersebut utamanya yaitu untuk memudahkan santri dalam mempelajari kitab kuning yang lain dan juga memudahkan menghafal al qur’an.” (Agus Samas Muizul Mala, 2022).


Informan Ketiga Ustadz Saifuddin (Kepala Madrosah Subulus Salam)

Persepsi subjek terhadap standar,sasaran dan tujuan kebijakan:

“Kalau standarnya sudah bagus karena kitab nahwu shorof yang diajarkan disini lengkap mbak dari jurumiyah, imrithi sampai alfiyah ada, sedangkan sasaran dari kebijakan pembelajaran ilmu ini diperuntukkan dari kelas bawah menengah dan atas jadi bisa dibilang keseluruhan, untuk tujuannya sendiri tentunya adalah pengetahuan santri terhadap aspek Bahasa arab yang baik dan benar supaya memudahkan para santri untuk mempelajari kitab kuning yang lain” (Ustadz Saifuddin, 2022).


Informan Keempat Para Santri (Santri Pondok Pesantren Subulus Salam)

Persepsi subjek terhadap standar, sasaran dan tujuan kebijakan:

“Kalau kebijakan pembelajaran nahwu shorof di pondoknya lumayan ketat, santri tidak leluasa dalam memakai smartphone sehingga membuat dia merasa kurang kerasan di pondok karena adanya kebijakan tersebut, namun dia juga mengatakan kalau tujuannya baik dan membimbing santri agar bisa fokus saat menuntut ilmu, banyak materi hafalan nahwu shorof dari kelas bawah sampai kelas paling tinggi yang tujuanya agar kita para santri bisa mengingat kaidah Bahasa arab sehingga mempermudah ketika belajar kitab yang lain.”(Santri 1,2022).


“Kebijakan keluar masuk saat pembelajaran ilmu nahwu shorof di pondok pesantren subulus salam yang menurutnya kurang leluasa, namun saya juga menyadari tujuan dan pentingnya kebijakan tersebut dan memahaminya.” (Santri 2, 2022).


“Kebijakan pembelajaran nahwu shorof di pondok subulus salam sudah memenuhi standard an sasarannya juga sudah terstruktur dengan sangat baik begitu pula dengan tujuan kebijakan diadakanya hafalan setiap kelas untuk pelajaran nahwu shorof agar kita para santri terlatih untuk memahami setiap kaidah ilmu alat tersebut sehingga mempermudah kita untuk belajar kitab yang lain.”( Santri 3, 2022).


Dari wawancara diatas mengenai standar, sasaran dan juga tujuan diadakannya pembelajaran Ilmu Nahwu Shorof di Pondok Pesantren Subulus Salam tersebut sudah sangat bagus dan sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren. Karena pada dasarnya standar dari diadakannya pembelajaran Ilmu Nahwu Shorof di Pondok Pesantren Subulus


salam tersebut adalah untuk menunjang sistem Pendidikan para santri dimana yang keseluruhanya memiliki kurikulum Bahasa arab pada pendidikan kitab kuningnya sehingga Ilmu Nahwu Shorof tersebut membantu para santri untuk mencapai standar yang bagus dalam mendalami ilmu agama nantinya.

Sedangkan dari wawancara diatas dapat peneliti simpulkan bahwa sasaran yang dituju dari kebijakan di adakannya pembelajaran ilmu nahwu shorof ini yaitu meliputi keseluruhan santri, dimana dalam pembagiannya dikelompokkan dari kelas I sampai kelas III Ibtida’ diwajibkan mempelajari Ilmu Nahwu Shorof dalam Kitab Jurumiyah dan Tashrifiyah, sedangkan untuk kelas IV sampai VI Tsanawiy diwajibkan untuk mempelajari Ilmu Nahwu Shorof dengan kitab Imrithi dan mqshud, untuk tingkatan kelas VII dan VIII Aliyah diwajibkan untuk mempelajari nahwu shorof dengan kitab Alfiyah Ibnu Malik.

Untuk tujuan dari diadakannya pembelajaran Ilmu Nahwu Shorof tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memahami isi dan kandungan dari kitab-kitab kuning yang lain, karena Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren adalah kitab kuning sebagaimana yang sudah disebutkan dalam peraturan menteri agama nomor 31 tahun 2020 tentang Pendidikan pesantren dalam beberapa pasal. Jadi tanpa ilmu nahwu shorof para santri akan sulit untuk memahami kaidah-kaidah bahasa arab sebagaimana yang termaktub dalam kurikulum pesantren tersebut yaitu kitab kuning.

Proses wawancara dengan pertanyaan perihal sumber daya manusia dan waktu yang berkaitan dengan kebijakan pembelajaran Ilmu Nahwu Shorof di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek

Informan Pertama KH. Ali Ridlo Machali (Kepala Yayasan Subulus Salam)

Persepsi subjek terhadap sumber daya:

“Untuk sumber daya manusianya saya akui memang masih sangat kekurangan di struktur tenaga didik nya mbak, karena banyaknya murid baik yang mukim maupun non mukim di pesantren jadi kita kekurangan guru. Dan untuk para muritnya namanya ya juga anak muda ya mbak jadi masih labil dan terkadang bolos waktu kegiatan pembelajaran berlangsung, apalagi kalau gurunya tidak datang tepat waktu seringkali sampai dikelas muritnya sudah habis pada keluar jajan, walaupun sebagian juga masih ada yang dengan giatnya belajar di kelas sambil menunggu gurunya datang.”( KH. Ali Ridlo Machali, 2022).


Informan Kedua Agus Samas Muizul Mala (Kepala Kepengurusan di Yayasan Subulus Salam)

Persepsi subjek terhadap sumber daya:

“Untuk sumber daya manusianya menurut saya, mungkin kekurangan guru, karena santri putra dan putri kelasnya dipisah dan banyaknya santri baik dari yang mukim ataupun yang non mukim. Untuk santrinya dimungkinkan karena kekurangan guru dan gurunya sendiri kurang bisa perhatian lebih kepada santri, sehingga santri ketika kegiatan pembelajaran kurang bisa tertib secara keseluruhan, dari keberangkatan santri hingga pulang, apalagi santri yang masih kecil, kalau gurunya belum datang masih bermain-main.”( Agus Samas Muizul Mala, 2022).


Informan Ketiga Ustadz Saifuddin (Kepala Madrosah Subulus Salam)

Persepsi subjek terhadap sumber daya:

“Untuk sumber daya manusianya saya akui memang masih sangat kurang, mulai dari santri yang susah diatur dan terlebih dalam aspek tenaga kependidikanya yang kurang mumpuni.” (Ustadz Saifuddin, 2022).


Informan Keempat : Para Santri (Santri Pondok Pesantren Subulus Salam)

Persepsi subjek terhadap sumber daya:

“Para guru dalam mendidik sangat sabar dan telaten walaupun kadang beberapa temanya katanya bandel dan tidak nurut, namun banyak dari kami yang terkadang kesulitan dalam memahami ilmu nahwu shorof tersebut karena sulit.” (Santri 1, 2022).


“Sumber daya manusia di Pondok Pesantren Subulus Salam sudah sangat memadai mengingat seluruh struktur organisasinya yang sudah tersusun lengkap dan baik, namun banyak santri yang kewalahan ketika menghafal pelajaran ilmu nahwu shorof mengingat kegiatan yang lain juga padat.”(Santri 2, 2022).


“Sumber daya manusia di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek masih banyak yang belum mampu mengikuti pelajaran dengan baik terutama para santri baru yang menurutnya belum tahu apa-apa tentang Pendidikan agama.” (Santri 3, 2022).


Dari wawancara diatas peneliti menyimpulkan bahwa sumber daya manusia di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek belum memadai dan juga belum sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 dikarenakan kurangnya tenaga kependidikan yang nantinya bisa menghambat jalannya proses pembelajaran dan juga dalam aspek keberlangsungan pembelajaran yang kurang dipahami oleh beberapa santri yang merasa kesulitan dalam memahami ilmu nahwu shorof tersebut.

Proses wawancara dengan pertanyaan perihal lingkungan sosisal terkait kebijakan pembelajaran ilmu nahwu shorof di pondok pesantren subulus salam trenggalek

Informan Pertama KH. Ali Ridlo Machali (Kepala Yayasan Subulus Salam)

Persepsi subjek terhadap lingkungan sosial:

“Terkait lingkungan social mbak bisa menilai sendiri selama melakukan observasi disini, kalau menurut saya pribadi hubungan kekeluargaan dipesantren ini sangat baik antara para santri. Untuk perkara fasilitas kami menentukan kebijakan pemisahan kelas antara santri putra dan putri demi kenyamanan Bersama. Disini juga sarana prasarana para santri juga sangat komplit, hal tersebut tentunya sangat menunjang pembelajaran para santri dalam kenyamannya dalam belajar, ketenanganya dalam menghafal dan juga memahami ilmu nahwu shorof dan kitab-kitab yang lain pula.” (KH. Ali Ridlo Machali, 2022).


Informan Kedua Agus Samas Muizul Mala (Kepala Kepengurusan di Yayasan Subulus Salam)

Persepsi subjek terhadap lingkungan sosial:

“Untuk lingkungan social disini kalau menurut saya, hubungan kekeluargaan antar para santri dipesantren ini sangat baik apalagi dengan diterapkannya kebijakan pemisahan kelas antara santri putri dan santri putra, kebijakan tersebut membuat para santri bebas dan leluasa dalam belajar dan juga membuat para wali santri santri merasa nyaman dana man ketika menitipkan anak-anaknya di pondok pesantren subulus salam ini. Bahkan banyak para wali santri yang memuji dan turut andil tenaga dalam pembangunan kelas disini supaya anak-anaknya mendapatkan fasilitas Pendidikan yang baik dan sesuai dengan adab dan adat pesantren.” (Agus Samas Muizul Mala, 2022).


Informan Ketiga Ustadz Saifuddin (Kepala Madrosah Subulus Salam)

Persepsi subjek terhadap lingkungan social:

“Terkait lingkungan sosial saya tidak begitu tahu mbak, karena hal tersebut bukan bidang yang saya tangani, namun menurut saya pribadi sudah bagus kok mbak kalau dilihat dari sudut pandang adab dan akhlaq para santri yang saling menghormati antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga hal tersebut membuat para santri akrab satu sama lain namun tetap mementingkan kaidah-kaidah agama dalam pergaulannya antara yang satu dengan yang lain.” (Ustadz Saifuddin, 2022).


Informan Keempat Para Santri (Santri Pondok Pesantren Subulus Salam)

Persepsi subjek terhadap lingkungan sosial:

“Hubungan antar santri sangat baik bahkan seperti keluarga sendiri, semuanya dekat apalagi kebijakan pondok yang mewajibkan para santri belajar Bersama diruangan yang sama dengan teman sekelas menjadikan kami lebih akrab satu sama lain.”(Santri 1, 2022).


“Kalau di kelas ketika pelajaran hafalan bersama membuat kita bersemangat dalam berlomba-lomba untuk menjadi yang paling baik melafalkan.” (Santri 2, 2022).


“Dengan diadakannya kebijakan bahwa setiap pembelajaran ilmu nahwu shorof harus ada kewajiban menghafal itu membuat saya keberatan karena kami juga menghafal alqur’an, namun saya bisa mengambil sisi baiknya bahwa ternyata kebijakan tersebut justru sangat berguna untuk saya lebih mudah menghafal al qur’an karena bisa memahami arti dan kandungan yang ada di dalamnya.” (Santri 3, 2022).


Dari wawancara tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa kebijakan yang di terapkan oleh pondok pesantren subulus salam dalam mewajibkan santrinya untuk menghafal setiap materi pembelajaran ilmu nahwu shorof sangat bermanfaat untuk menunjang para santri yang menghafalkan al qur‟an dan juga dalam pengatuhan santri terhadap kitab kuning yang lebih mendalam, hal tersebut juga menjadikan para santri akrab antara satu dengan yang lain dikarenakan setiap diadakannya syawir atau belajar bersama membuat para santri bersemangat dan lebih dekat. Sedangkan untuk kebijakan pesantren dalam memisah antara kelas santri putri dan santri putra juga mendapat apresiasi yang bagus.


Kendala Atau Masalah Dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek

Sekalipun perkembangan pendidikan pesantren di Indonesia cukup bagus dan mendapat apresiasi dan antusiasme dari berbagai kalangan namun hal tersebut dalam tataran implementasi kebijakannya masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang ada. Secara umum saat ini terdapat beberapa permasalahan pendidikan di tingkat pesantren yang perlu dicermati dan diantisipasi selanjutnya, permasalahan yang dihadapi adalah sebagai berikut:

  1. Sumber Daya Manusia Dalam Penyelenggaraan Pendidikan

    Kendala yang dihadapi pada penyelenggaraan pendidikan adalah kurang adanya keberadaan tenaga didik dikarenakan pemisahan kelas antara santri putra dan putri juga kurangnya antusias santri baru dalam memahami pentingnya mempelajari ilmu nahwu shorof, sehingga menghambat mereka untuk mengetahui kaidah Bahasa arab yang baik dan benar, hal tersebut mengganggu keberlangsungan pembelajaran kitab kuning yang lain. Hal terkait sumber daya manusia (SDM) disampaikan oleh KH. Ali Ridlo Machali selaku Kepala Yayasan Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek.

    “Sebenarnya ada guru pengajar, tapi jumlahnya terbatas, jadi dalam beberapa pelajaran pesantren menggunakan guru yang sama di mata pelajaran yang berbeda. Alasan nya karena jika kita ingin mengadakan atau menambah lagi guru hal ini akan membutuhkan biaya operasional yang cukup besar dan pesantren belum mampu untuk mengeluarkan biaya operasional yang besar dikarenakan iuran yang di bebankan kepada para wali santri juga sangat sedikit yaitu 80 ribu rupiah perbulanya itu sudah sekalian pembayaran tempat dan makan 3 kali sehari untuk satu bulan. Hal tersebut di karenakan menimbang keadaan ekenomi para wali santri.” (KH. Ali Ridlo Machali, 2022)


    Sedangkan menurut pendapat lain dari Agus Samas Muizul Mala selaku pengurus yayasan subulus salam ialah kurangnya tenaga didik diakibat kan oleh pemisahan kelas antara laki-laki dan perempuan sehingga membutuhkan guru dua kali lipat dari yang seharusnya.

    “Sebenarnya kita tidak kekurangan tenaga didik apabila kita mau menggabungkan kelas antara laki-laki dan perempuan, namun ya yang Namanya di pesantren kita harus mengedepankan akhlaqul karimah kita sebagai santri dengan melaksanakan kaidah tersebut sesuai dengan syariat agar bisa meminimalisir hal-hal yang tidak kita inginkan dan hal


    terbaik yang harus dilakukan adalah dengan cara memisah kelas tersebut, dengan harapan semoga kedepannya akan bisa menjadi contoh yang baik bagi santri, dan semoga kita bisa menambah tenaga didik yang memadai nantinya karena kita juga selalu mengusahakannya.” (Agus Samas Muizul Mala, 2022)


    Berdasarkan pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek, juga menerapkan iuran bagi orang tua atau wali murid dari santri sehingga sebenarnya sekolah dapat menambah jumlah guru pengajar di pesantren. Jika menggunakan dana dari pesantren, jelas bahwa kepala yayasan menyatakan bahwa pesantren sebenarnya mampu untuk memberikan gaji setiap bulannya. Faktor utama yang memicu kekurangan guru pengajar pada pesantren ini yaitu orang tua atau wali murid dari para santri yang kebanyakan tidak mampu secara finansial untuk membayar iuran jika memang sekolah menerapkan iuran untuk adanya guru tambahan. Sedangkan kelas antara laki-laki dan perempuan juga diharuskan terpisah sehingga menimbulkan pembengkakan biaya untuk ruang kelas dan juga tenaga didiknya.


  2. Masalah Santri Yang Kesulitan Dalam Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran di pondok pesantren subulus salam trenggalek yaitu peserta didik berada dalam satu kelas secara bersamaan dengan pelajaran yang berbeda. Dalam proses pembelajarannya kurang adanya guru pengajar, guru kelas menangani peserta didik secara keseluruhan, ditambah pula banyaknya para santri baru yang masih belum bisa mengusai betul fan-fan dari kitab kuning yang sedang dikaji karena kesulitan menguasai ilmu nahwu shorof sehingga membuat para pengajarnya kesulitan dalam menyampaikan materi, namun guru tidak akan membiarkannya, guru akan mengajari peserta didik di jam tambahan. Proses pembelajaran yang terjadi tidak begitu mulus. Ada beberapa permasalahan yang terjadi seperti yang di ungkapkan oleh Ustadz Saifuddin selaku kepala madrasah subulus salam sebagai berikut :

“Proses pembelajaran yang dilakukan yaitu dengan peserta yang banyak di dalam satu ruangan. Sehingga biasanya terjadi pembelajaran yang kurang kondusif, karena para santri biasanya sibuk cerita sendiri-sendiri.” (Ustadz Saifuddin, 2022)


Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa permasalahan dalam proses pembelajaran yaitu antara lain yaitu proses pembelajaran untuk para santri masih kurang maksimal, hal tersebut menyebabkan berlangsungnya kegiatan pembelajaran menjadi kurang kondusif. Pada hakekatnya, pendidikan itu menjadi tanggung jawab bersama antara pesantren, masyarakat, dan pemerintah. Selain kerjasama dengan lembaga atau organisasi terkait, kerjasama antara tenaga pendidik terutama pengasuh pondok pesantren dengan para wali santri juga merupakan hal yang sangat penting bagi kemajuan dan perkembangan Pendidikan di pondok pesantren.


Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan temuan lapangan yang telah peneliti uraikan, maka peneliti menyimpulkan bahwa dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek 67% sudah terstruktur dengan baik, namun 33 % belum bisa dilaksanakan secara optimal karena masih terdapat beberapa hambatan dan kendala yang dihadapi, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Kebijakan penyelenggaraan Pendidikan Ilmu Nahwu Shorof di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek sudah berjalan dengan baik, namun demikian masih terdapat beberapa hal yang menghambat jalannya pembelajaran tersebut, diantaranya yaitu diperlukannya pelajaran tambahan untuk santri baru karena masih ada sebagian santri baru yang belum bisa memahami isi dari kitab kuning yang dipelajari dikarenakan kurang memahami pentingnya mempelajari ilmu nahwu shorof, diperlukan tambahan tenaga pendidik untuk menunjang


berlangsungnya pembelajaran ilmu nahwu shorof. (2) Kendala atau masalah dalam implementasi kebijakan pendidikan di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek. Ada beberapa kendala yang muncul dalam implementasi kebijakan pendidikan di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek antara lain, masalah kurangnya guru pengajar, masalah diperlukannya pelajaran tambahan untuk menunjang pendidikan bagi santri baru, masalah proses pembelajaran dan kurangnya penanganan para santri yang masih bandel dan enggan mengikuti kegiatan Pembelajaran Ilmu Nahwu Shorof di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek sehingga menghambat pemahaman terhadap kitab-kitab kuning yang lain.

Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai bahan masukan dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan di Pondok Pesantren Subulus Salam Trenggalek yaitu harus aktif bekerjasama baik dengan lembaga ataupun pihak lain yang mendukung tercapainya tujuan yang diinginkan, segera mungkin menambah jumlah tenaga didik dan juga pelajaran tambahan sesuai yang dibutuhkan para santri baru sehingga proses kegiatan pembelajaran tidak terhambat dan bisa berjalan dengan baik, menambah peraturan-peraturan baru: Bagi Madrasah Diniyah: Perlunya persiapan yang matang untuk melaksanakan pendidikan, Perlunya mensosialisasikan pentingnya pembelajaran ilmu nahwu shorof di pesantren kesemua sumber daya manusia yang terkait, Perlunya meningkatkan kerjasama yang baik dengan Lembaga lain demi terciptanya tujuan pendidikan pesantren yang maju dan berkompeten agar tidak kekurangan tenaga pendidik.

Bagi Pemerintah Kabupaten Trenggalek pemerintah perlu memberikan perhatian khusus kepada pondok pesantren, dalam hal ini terkait sarana dan prasarana yang menunjang bagi para santri, kemudian pemerintah bersama-sama dengan pihak pesantren yang menyelenggarakan pendidikan harus benar-benar mengatur sarana dan prasarana yang dibutuhkan para santri untuk menunjang kegiatan pembelajaran dengan baik. Dinas Pendidikan Kabupaten Trenggalek diharapkan bisa mengembangkan kompetensi pendidikan dan tenaga kependidikan dengan memperbanyak diklat, workshop dan pemenuhan tenaga pendidik yang berlatar belakang Pendidikan Pesantren sesuai dengan kebutuhan Lembaga-lembaga Pesantren di Kabupaten Trenggalek.


Bibliografi


Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi penelitian kualitatif. CV Jejak (Jejak Publisher). https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=59V8DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=Pen elitian+kualitatif+merupakan+sebuah+prosedur+penelitian+yang+menghasilkan+data+deskriptif

++berbentuk+tulisan+tentang+orang+atau+kata-kata+orang+dan+perilakunya+yang+nampak+atau+kelihatan&ots=5HfAuufyJr&sig=2hJ2aVxb 2RNqR2EZP4JXRvm0mb4&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false

Asmuki, A., & Muhammadiyah, A. (2020). Pembelajaran Bahasa Arab Sebagai Dasar Pengembangan Keterampilan Membaca Kitab. Lahjah Arabiyah: Jurnal Bahasa Arab Dan Pendidikan Bahasa Arab, 1(1), 49–64. https://doi.org/10.35316/lahjah.v1i1.577

Carieska, V. A., & Husein, S. H. (2020). Urgensi Memahami Morfologi Shorof Menggunakan Metode Tasrif. Semnasbama, 4, 483–488. Http://Prosiding.Arab-Um.Com/Index.Php/Semnasbama/Article/View/609

Fajriansyah, M., Muchsin, S., & Suyeno, S. (2022). Implementasi Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan (Studi Kasus Tentang Pelayanan Bpjs Kesehatan Di Rumah Sakit Islam Unisma Malang). Respon Publik, 16(9), 85–92. http://riset.unisma.ac.id/index.php/rpp/article/view/17960

Fitriyah, N. (2020). Pengembangan sistem administrasi penyimpanan surat masuk dan surat keluar (Siamr Pontren) di Pondok Pesantren Salafiyah Putri Al-Ishlahiyah Kota Malang dengan menggunakan Microsoft Access 2016. Universitas Negeri Malang. http://repository.um.ac.id/126233/

Hakim, A. R. (2014). Mempermudah pembelajaran ilmu nahwu pada abad 20. Jurnal Al-Maqayis,

1(1). https://doi.org/10.18592/jams.v1i1.96

II, B. A. B. (n.d.). A. Pengertian Pondok Pesantren Tradisional. http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1484/

Kurniawan, R., Alexandri, M. B., & Nurasa, H. (2018). IMSTeP: Indonesian Marine Science And Techno Park Implementasi Kebijakan Model Van Meter Dan Van Horn Di Indonesia. Responsive: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Administrasi, Sosial, Humaniora Dan Kebijakan Publik, 1(1), 34–38. https://doi.org/10.24198/responsive.v1i1.19098

Kurniawan, W., & Maani, K. D. (2019). Implementasi kebijakan pembangunan infrastruktur jalan di Kecamatan Tabir Selatan Kabupaten Merangin dengan menggunakan Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn. Jurnal Manajemen Dan Ilmu Administrasi Publik (JMIAP), 67–78. https://doi.org/10.24036/jmiap.v1i4.95

Nabila, F. S., Husna, I., & Makrifatullah, N. H. (2020). Hubungan Kepemimpinan Dengan Lembaga Pendidikan. PRODU: Prokurasi Edukasi Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 2(1). https://doi.org/10.15548/p-prokurasi.v2i1.2245

Nurkholis, N. (2018). Analisis Kesalahan Berbahasa Dalam Bahasa Arab. Al-Fathin: Jurnal Bahasa Dan Sastra Arab, 1(01), 10–21. https://doi.org/10.32332/al-fathin.v1i01.1186

Pioh, E., Posumah, J., & Tulusan, F. (2015). Implementasi kebijakan pengasuhan anak dalam meningkatkan sumber daya manusia di Panti Asuhan Nazareth Tomohon. Jurnal Administrasi Publik, 2(029). https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JAP/article/view/7733

Qomaruddin, J. I. P. I. I. A. I. (n.d.). bahasa Bahasa Arab Jurnalistik (Media Pembelajaran Elektronik). http://ejournal.kopertais4.or.id/pantura/index.php/jipi/article/view/3083


Ramdhan, M. (2021). Metode Penelitian. Cipta Media Nusantara. https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=Ntw_EAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR1&dq=relat ed:OUPBAS7W6YUJ:scholar.google.com/&ots=f2rK9IVw8z&sig=77vb25n2ggj4j_zrwq-rg2rILGA&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false

Safradji, S. (2020). Multi sistem pendidikan pesantren dan tantangan masa depan. Tafhim Al-’Ilmi, 11(2), 241–264. https://doi.org/10.37459/tafhim.v11i2.3753

Siswanti,2015. Desain Mutu Pendidikan Pesantren.Sekolah Tinggi Islam Negeri (STAIN) Pamekasan, Jurnal KARSA, Vol 23 No.2

Suwadji, 2014 “Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Pondok Pesantren” Jurnal Edukasi, Vol.2 No.1

Yahya, M. D. (2017). Posisi madrasah dalam sistem pendidikan nasional di era otonomi daerah. Khazanah: Jurnal Studi Islam Dan Humaniora, 12(1). https://doi.org/10.18592/khazanah.v12i1.303